KERANGKA SEJARAH
GPI PAPUA
I. MASA PENGINJILAN (Sebelum 1935)
1.
Pekabaran Injil oleh Badan-badan Zending
(Sampai dengan 1928)
2.
Pekabaran Injil dibawah de Protestantsche Kerk in Nederlandsch Indie (1928-1935).
II. MASA GEREJA PROTESTAN MALUKU (1935-1985)
1. Tahun
1935 – 1950
2. Tahun
1950 – 1955
3. Tahun
1955 – 1963
4. Tahun
1963 – 1978
5. Tahun
1978 – 1985
III. MASA GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI
IRIAN JAYA (1985-2003)
IV. MASA GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI
PAPUA (2003- )
BAHAN PENULISAN SEJARAH GPI
PAPUA
(KRONOLOGIS
PERISTIWA-PERISTIWA PENTING)
24 Agustus 1828 : Pemerintah Belanda mendirikan benteng Fort du
Bus di Teluk Triton (Kaimana). Tahun 1835 benteng ini tidak difungsikan lagi,
karena banyak penghuninya meninggal dunia setelah menderita sakit.
5 Februari 1855 : Ottow dan Geisler (Penginjil dari Zending
Jerman) mendarat di pulau Mansinam (Manokwari). Mereka berangkat dari Ternate
pada tanggal 10 Januari 1855, ditemani oleh seorang anak berumur 12 tahun bernama
Frits, dengan menumpang kapal Fabritus milik seorang saudagar bernama
Duivenbode.
Tahun 1898 : Pemerintah Belanda membagi Nieuw Guinea (Papua)
dalam dua wilayah (afdeeling) di bawah keresidenan Maluku, yaitu :
1. Afdeeling Noord Nieuw Guinea dengan
ibukota Manokwari
2. Afdeeling West en Zuid Nieuw
Guinea
dengan ibukota Fakfak
1 Desember 1898 : Pemerintah Belanda membuka pos pemerintahan di
Fakfak
Tahun 1900 :
Pemerintah Belanda (Kontrolir J.A.
Kroesen) membuka pos pemerintahan (distrik) Babo
Nopember – Desember 1900 : Kapal Belanda MS Serdang berlabuh di muara
Sungai Buraka dan sekoci-kocinya melayari sungai Buraka
Tahun 1901 :
Pemerintah Belanda memisahkan Afdeeling
Zuid Nieuw Guinea
dari West Nieuw Guinea
April 1901 : Kapal Belanda MS Java melayari sungai Maro dan
sekoci-sekocinya berlayar sampai ke sungai Wanggo
12 Februari 1902 : Pemerintah Belanda membuka pos pemerintahan di
Merauke dan menjadi ibukota Afdeeling Zuid Nieuw Guinea
Juli 1902 : Kapal Belanda MS Van Doorn melayari sungai
Maro
Tahun 1903 : Pemerintah Belanda mulai menempatkan
orang-orang Jawa menjadi pegawai pemerintah di Merauke
30 Maret 1908 : Pdt.R.W.F. Kefftembelt membaptis 24 orang di
Merauke. Mereka adalah :
1. Yuliana Taek
2. Mariana Antuk
3. Mariana Kole 4.
Mariana Patola
5. Helena Mesa 6.
Yohana Elisui
7. Elizabeth Kuk 8.
Agustina Pada
9. Petronella Taek 10. Sophia
Ndulili
11. Wilhelmina
Dengga 12. Martha Ndulilit
13.
Christofel
Taek 14. Paulus Lape
15.
Eliza
Dengga 16. Manuel Fangidae
17. Alexander
Alahoba 18. Dirk Salon Ndun
19.
Pieter
Fangidae 20. Christian Soleman
21.
Yohan
Fangidae 22. Ayub Ndulilit
23.
Edmundus
Dengga 24. Alexander Soleman
2 Juni 1909 : Pdt. E.J.B. Janzen membaptis 24 orang di
Merauke
15 Januari 1911 : Inlandsh leerar (IL) Jacob Lodewijk Nanlohy membaptis 15 orang di
Merauke
16 Juli 1911 : IL.J.L. Nanlohy meneguhkan 15 orang anggota
Sidi baru di Merauke
Tahun 1911 : Orang-orang di kampung Idoor (Teluk Bintuni)
meminta tenaga guru Maluku (Protestan) masuk kampung Idoor, menandai mulainya
penginjilan di daerah ini
31 Oktober 1912 : Penginjil J. Pasalbessy membaptis Hana Horik di kampung Air besar
(Fakfak)
Tahun 1912 : Dimulainya penginjilan secara intensif di
daerah selatan tanah Papua, antara lain oleh :
1.
Perkumpulan Pekabaran Injil
Ora Et Labora dan Sebiji Sesawi dari Maluku
2.
Utrechtse Zendings
Vereniging (UZV)
3.
Nederlandse Zendings
Vereniging (NZV)
4.
Nederlands Zendeling Genootschap
(NZG)
Tahun 1915 : Mulai pembangunan Gedung Gereja (Betesda) di Merauke
(diresmikan 31 Oktober 1918)
Didaerah teluk Arguni J. huruselang adalah penginjil pertama yang tiba dikampung Mandiwa 1920 kampung ini adalah kampung pertama di teluk Arguni kabupaten Kaimana yang menerima injil, Turut dibabtis ketika itu, wakil kepala kampung mandiwa, Abraham sibfufarisa dan istrinya, sara abir Furima
Tahun 1921 : Pemerintah Belanda meningkatkan status wilayah
Nieuw Guinea
menjadi wilayah keresidenan
Agustus 1926 : Di Merauke dibentuk Persekutuan Masehi
Protestan Merauke (PMPM)
Tahun 1928 : Indische Kerk yang berpusat di Batavia (Jakarta) mengambil alih tanggungjawab
pelayanan dan penginjilan di bagian selatan tanah Papua, termasuk daerah Sorong
dan Manokwari (hasil rapat Zendelingen tahun 1928 di Manokwari)
Babtisan pertama bagi orang-orang gusimawa dan wanoma dilaksanakan pada akhir tahun 1929. Salah satunya adalah Martinus Nauseni dari kampung wanoma.Pendeta F. Slump melayani babtisan kudus di Gusimawa, sawatwera dan mandiwa. Babtisan di mandiwa dilaksanakan pada tanggal 4 mei 1930.
6
September 1935 : Molukse Protestantse Kerk (MPK/GPM) melembaga
menjadi Gereja Bagian Mandiri di lingkungan Indische Kerk (GPI).
Sejak itu MPK
bertanggungjawab melayani jemaat-jemaatnya, termasuk daerah penginjilan di
tanah Papua yang diserahkan oleh Indische Kerk di Jakarta.
Ketika itu,
jemaat-jemaat di tanah Papua yang harus dilayaninya, tersebar di daerah
Merauke, Kaimana, Teluk Arguni, Fakfak, Babo, Kokas, Teluk Bintuni , Sorong,
Misool (Raja Ampat), Manokwari dan kemudian Hollandia (Jayapura, 1947).
Wilayah pelayanan
di Papua ini kemudian diatur sebagai berikut :
- Wilayah
kependetaan Nieuw Guinea Selatan meliputi jemaat-jemaat di daerah Merauke.
- Wilayah
kependetaan Nieuw Guinea Barat meliputi
jemaat-jemaat didaerah Fakfak, Kaimana, Arguni, Babo, Kokas dan Bintuni.
- Jemaat
di Misool, masuk wilayah kependetaan Wahai
- Jemaat
di Sorong, Manokwari dan kemudian Hollandia (Jayapura), langsung dibawah Sinode
GPM di Ambon.
7 Desember 1941 : Tentara Jepang menyerang pangkalan militer Amerika, Pearl Harbor, di Hawai, menandai pecahnya Perang Pasifik
(Perang Dunia II).
Tahun 1942-1945/1946 : Tahun-tahun yang
penuh tantangan bagi Gereja Tuhan, termasuk MPK (GPM) dan jemaat-jemaatnya di
tanah Papua.
27
April 1942 :
Tentara Jepang mendarat di Fakfak.
Kecuali daerah Merauke, daerah-daerah lainnya diduduki oleh tentara Jepang.
Selama masa pendudukan Jepang, banyak penginjil dan Guru Jemaat GPM bersama
keluarga mereka dibantai oleh tentara Jepang dengan tuduhan menjadi mata-mata
tentara sekutu, terutama didaerah Fakfak, Kokas, Arguni dan Babo termasuk ibu
A.Holle bersama ke-3 anaknya. Akibatnya banyak kampung (Jemaat) GPM yang
mengalami kekurangan tenaga pelayan (Guru), selain itu Ibadah-ibadah juga
dilarang oleh Tentara Jepang.
Keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak lain untuk mengambil
alih pelayanan yang ada dengan menempatkan tenaga-tenaga guru mereka, seperti
yang terjadi didaerah Teluk Arguni dimana beberapa kampung (Jemaat) GPM beralih
menjadi kampung-kampung Katolik, setelah guru-guru mereka mengambil alih
pelayanan disana. Didaerah ini (Arguni), sebanyak 22 guru Injil GPM bersama
isteri dan anak-anak mereka dibunuh oleh tentara Jepang. Selain itu, didaerah
Kokas (Teluk Patipi), ada upaya-upaya dari pihak Islam untuk mengambil alih,
setidak-tidaknya mencoba mempengaruhi jemaat-jemaat Kristen untuk beralih memeluk
agama Islam.
Tahun 1946 : Dengan kekalahan
tentara Jepang, maka daerah Nieuws Guinea (Papua) kembali dikuasai
oleh Pemerintah Belanda. Dalam tahun ini juga
BP. Sinode GPM di Ambon mengutus Pdt. S. J. Sopacoa ke Fakfak untuk
mengatur pelayanan GPM di Papua.
Tahun 1947 : Badan Pekerja AM
(Bapeam) GPI di Jakarta mengutus Ds. E.Gijsbers sebagai tenaga utusan untuk
membantu GPM mengatur pelayanannya di Papua.
27 Desember 1947 : Terbentuk jemaat MPK (GPM)
DI Hollandia (Jayapura).
5 Agustus
1948 : Penahbisan
gedung gereja jemaat
Kayuni (Fakfak) Gedung gereja yang
lama dirusak oleh
tentara Jepang
15 November 1948 : Perundingan antara GPM dan ZPM tentang daerah pelayanan ZPM di
Papua, menghasilkan kesepakatan kerjasama bahwa Pendeta t/b (GPM) akan
mengunjungi wilayah-wilayah kerja ZPM di Papua dan melayani baptisan kudus.
30 November 1948 : Pengurus pusat ZPM di Ambon mengeluarkan surat Edaran Nomor : B.326/48, ditujukan
kepada para utusan injil ZPM di bagian
Merauke, memberitahukan tentang kesepakatan kerjasama ZPM dan GPM untuk
ditindaklanjuti di lapangan pelayanan.
20
Februari s/d
03 Maret 1950 : Sidang Sinode GPM di
Ambon. Wakil ZNHK ( Ds. I.S. Kijne ) yang menghadiri sidang ini, mengajukan
beberapa usul kepada GPM melalui sidang ini
:
1. Mengusulkan
agar Jemaat-jemaat GPM yang ada dibagian Utara Tanah Papua (Sorong, Manokwari dan Hollandia)
dimasukkan kedalam bakal Gereja yang akan dilembagakan oleh ZNHK (GKI).
2. Mengusulkan
pertukaran beberapa wilayah pelayanan ZNHK (enam jemaat di daerah Teluk
Bintuni) dengan daerah pelayanan GPM di Misool Raja Ampat.
3. Van
der Stoep merangkap Algemene School Beheerder / ASB GPM di Papua.
Usul-usul
yang kemudian diterima oleh sidang ini tanpa dibicarakan lebih dahulu dengan
jemaat-jemaat GPM yang bersangkutan, disatu pihak telah dilihat sebagai wujud
upaya ZNHK untuk mengambil alih wilayah pelayanan GPM di Papua, dilain pihak
telah menimbulkan reaksi penolakan oleh jemaat-jemaat GPM di Papua, khususnya
dari jemaat-jemaat yang bersangkutan, yang menghendaki untuk tetap dalam
pelayanan GPM.
11
April 1950 : Dewan Mentri RIS melalui surat keputusan nomor : XXXVI / 2/203 tahun
1950, menetapkan menghentikan bantuan keuangan dari pemerintah kepada GPI
8 – 17 dan 21 Juni 1950 : Sidang Pleno luar
biasa Badan Pekerja Am GPI antara lain : menetapkan Ds.E.Gijsbers sebagai wakil
Bapeam GPI, sekaligus Wakil Umum GPM di Papua.
18 Juli 1950 : Ds.E. Gijsbers ditetapkan oleh Bapeam GPI
sebagai wakil Bapeam GPI, sekaligus sebagai Wakil Umum GPM untuk daerah Papua
(Nieuw Guinea),
dengan surat
keputusan nomor 59.
Tahun 1950 : Majelis Jemaat GPM Hollandia meminta
penjelasan BPS GPM tentang status jemaat GPM Hollandia sehubungan dengan
keputusan Sidang Sinode GPM 1950. Jawaban BPS melalui telegram :
“Djemaat2
gpm di irian barat tetap tinggal dibawah lingkungan GPM……”
7 Agustus
1950 : Di Fakfak
dibentuk perkumpulan SUMSUMKU (
Suatu Usaha Maluku
Selatan Untuk Mencapai
Kebenaran Umumnya ). Tujuan perkumpulan ini
ialah Kebenaran tanah
air ( Maluku ) dengan berupa
dana, tenaga , pikiran dll.
7 Desember 1950 : Ds.C.Knijff (GPM Merauke) mengirim surat nomor : 450/6/69
kepada Guru-guru ZPM didaerah Merauke, isinya :
1. Hasil
perundingan Ds.C.Knyff (GPM) dengan Pdt. Z.Siahaya (ZPM), bahwa GPM tidak akan
mencampuri pekerjaan ZPM baik urusan sekolah maupun urusan jemaat.
2. Guru-guru
ZPM yang mau jadi Guru GPM, harus minta berhenti dari ZPM.
15 Juli 1951 : Di
Kaimana dibentuk Organisasi
PERMAS ( Persatuan Rakyat Maluku
Selatan ) cabang
Kaimana Pusat organisasi ini berkedudukan
di Sorong.
Tujuannya untuk
memperhatikan dan mengajukan
kepentingan sosial dari
rakyat Maluku Selatan
di Maluku dan
di Nieuw Guinea.
7 Oktober 1951 :
Surat dari GPM
Fakfak meminta ketegasan sikap BPS GPM menyangkut daerah pelayanannya di Papua.
22 Oktober 1951 :
Wakil umum GPM di Papua (Ds.E. Gijsbers)
mengirim telegram nomor : 35/1/29 kepada
BPS GPM di Ambon, isinya menolak keputusan Sidang Sinode GPM 1950 menyangkut
jemaat-jemaat GPM di Papua.
22 Oktober 1951 :
Jawaban BPS GPM melalui telegram nomor
1904, bahwa status jemaat-jemaat GPM di Papua tetap dalam lingkungan
GPM.
01
November 1951 : Guru-guru GPM daerah Kokas menolak rencana
integrasi jemaat-jemaat GPM ke bakal gereja yang akan dilembagakan oleh ZNHK
(GKI).
Februari 1952 : Sidang Sinode GPM, menetapkan status daerah
pelayanannya di Papua terdiri dari :
1.
Daerah kependetaan Irian bagian barat dengan pusatnya
di Fakfak
2.
Daerah kependetaan Irian bagian selatan dengan pusatnya
di Merauke
3.
Jemaat Sorong, Manokwari dan Hollandia
07 Juni 1952 : Majelis Jemaat GPM Hollandia mengirim telegram
kepada BPS GPM di Ambon, isinya :
Tanggal 6 djuni 1952 djemaat gereja protestan maluku di hollandiastad bahagian
bahasa melayu sudah diambil dengan tindakan masuk djumat nederlandse kerkelijke
zending
kami
menunggu chabar “.
23
September 1953 : Ds.E.Gijsbers mengirim surat nomor 362/II/PZ kepada Pdt.Z.Siahaya
(Pengurus Daerah ZPM Merauke) mengusulkan agar yang bersangkutan mengisi
jabatan Penghentar Jemaat Merauke yang lowong yang ditinggalkan oleh Pdt.I. R.
Manuputty.
07 Oktober 1953 : Pertemuan antara pengurus daerah ZPM
Merauke dengan Majelis Jemaat GPM
Merauke membicarakan rencana penyatuan
ZPM dan GPM. Kesimpulan pertemuan, bahwa
hal penyatuan itu harus melalui keputusan pengurus pusat ZPM di Ambon.
18 Oktober 1953 : 1. Ds.C.Knijff
mengirim surat
nomor 906/C/I kepada Ds.E.Gijsbers di Fakfak, mengingatkan bahwa usul yang
bersangkutan tentang Pdt.Z.Siahaya tidak dikonsultasikan lebih dahulu dengan
Ds.C.Kijyff, dan bahwa usul tersebut telah menimbulkan sikap pro kontra di
jemaat Merauke.
2. Pdt.
Z. Siahaya mengirim surat nomor 35 kepada Ds.E.Gijsbers di Fakfak, menyampaikan
hasil pertemuan tanggal 07 Oktober 1953, sekaligus tentang kesediaannya untuk
melaksanakan usul Ds.E.Gysbers tentang mengisi jabatan penghentar jemaat
Merauke.
27 Oktober 1953 : Ds.E.Gijsbers mengirim surat
nomor 431/II/PZ kepada Pdt.Z.Siahaya mengusulkan agar masalah penyatuan ZPM dan
GPM tidak perlu menunggu keputusan pengurus pusat ZPM di Ambon, cukup
diputuskan oleh pengurus ZPM daerah Merauke.
01 November 1954 : Majelis Jemaat GPM se Resort Kokas menolak keputusan Sidang Sinode
GPM 1950 tentang penyerahan ke-3 jemaat di bagian utara Papua kepada bakal GKI
21 November 1954 : Sidang Jemaat GPM Fakfak, antara lain memutuskan, tidak setuju
bergabung dengan bakal gereja yang akan dilembagakan oleh ZNHK (GKI)
23 November 1954 : Majelis Jemaat GPM Fakfak menyampaikan keputusan sidang jemaat di
atas kepada BPS GPM di Ambon.
01 Januari 1955 : Pemerintah Belanda di Nieuw Guinea menghentikan bantuan
keuangan kepada GPM di Nieuw Guinea.
Februari 1955 : Pengurus umum sekolah-sekolah yang diasuh oleh
ZNHK (Algemene School Beheerder/ASB) yang berkedudukan di Jayapura melalui
telegram meminta Ds.E.Gysbers (Wakil umum GPM) di Fakfak untuk menyerahkan
pengelolaan sekolah-sekolah GPM kepada ZNHK kemudian disusul lagi dengan surat
yang meminta agar wakil umum GPM menyerahkan tugas pengelolaan dimaksud kepada
D. Van Beek selaku pengurus wilayah (Resort School Beheender / RSB)
sekolah-sekolah GPM di wilayah Fakfak, Kokas, Kaimana, Arguni dan Babo,
berkedudukan di Fakfak. Apabila tidak dilaksanakan maka selain sekolah-sekolah
GPM di wilayah ini tidak akan memperoleh bantuan berupa tenaga guru Belanda,
juga hubungan kerjasama dengan ZNHK dibidang ini dapat dihentikan.
12 Februari 1955 : Surat
Mr.R.G.ten Kate (ZNHK) di Jayapura kepada Ds.E.Gijsbers isinya antaralain :
Menyesalkan keputusan Ds. E.Gijsbers untuk menempatkan Pdt.B. Lokolo di Sorong,
padahal sebelumnya telah disepakati untuk menempatkan guru Tenlima di Sorong.
20 Februari 1955 : Di Gravenhage (Belanda) didirikan sebuah yayasan yang diberi nama
Stichting Protestantse Kerk Nuiew Guinea untuk mengelola dana bantuan
terakhir dari pemerintah Belanda di Nieuw Guinea kepada GPM di Nieuw Guinea (Papua)
sebesar f 245.000,-. Pengurus yayasan
ini terdiri dari :
W.J.A.C.
Bins, Ds. A. Van Heerden, Ds. W.H.Tutuarima dan Mr.C.C.W.Uffelie
Maret 1955 :
Ds. E. Gijsbers berangkat ke Jayapura untuk berunding dengan ZNHK menyangkut
sekolah-sekolah GPM di Papua.
19 Maret 1955 : Ds. E. Gijsbers
menandatangani persetujuannya mengenai penunjukan D. Van Beek menjadi RSB MPK
(GPM) Fakfak.
Tahun 1955 : Mulai pembangunan gedung Gereja jemaat GPM
Merauke.
Januari 1956 : Di Fakfak dibentuk Badan Penasehat GPM untuk membantu Wakil umum GPM dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, Badan ini terdiri dari :
Ketua :
Ds. E. Gijsbers
Sekretaris
: R.S. Soumokil
Anggota :
Pdt. M. Wattimena
M.Tamaela
1 Maret
1956 : Jemaat
Tanisipatah (Fakfak) ditutup
kerana kekurangan anggota.
Sebagian dari Merauke
telah berpindah ke
Rumbati.
6 April 1956 : Sidang I Badan Penasehat GPM di Fakfak. Keputusannya antara lain mendukung keputusan
Sinode GPM 1953 tentang status jemaat-jemaat GPM di Papua, sambil menunggu
perundingan BPS GPM dan Dr. G.P.H. Locher (ZNHK) yang akan berlangsung di bulan
Agustus 1956 di Ambon. Juga menetapkan mengangkat guru Th. Rahayaan menjadi
Pendeta.
17 Mei 1956 : Sidang II Badan
Penasehat GPM di Fakfak. Salah satu keputusannya adalah menetapkan mengangkat
D. Lopulua menjadi Pendeta. Dengan demikian akan ada 5 Pendeta, masing-masing :
Pdt. M. Wattimena, Pdt. B. Lokollo, Pdt. O. Lekahena, Pdt. D. Lopulua dan Pdt.
Th. Rahayaan.
21 Agustus 1956 : Perundingan antara Dr. G.P.H. Locher (ZNHK) dan BPS GPM di Ambon,
menghasilkan suatu KESIMPULAN BERSAMA tentang pikiran untuk membentuk satu
Lembaga Gereja yang mencakup GPM, GKI dan Gereja-gereja lainnya yang
bertetangga dengan GPM dan GKI.
28 Agustus 1956 : Perundingan antara Dr. G.P.H. Locher ( ZNHK ) dan BPS GPM di Ambon,
menghasilkan kesepakatan KERJASAMA ANTAR GEREJA, yang
isinya antara lain :
1.
Raad voor de
Zending van de
NHK mengadakan pengawasan
atas jalannja pekerjaan
GPM di Irbar
dan memberi anjuran-anjuran serta laporan
tahunan kepada BPS
GPM.
2.
Sewaktu-waktu
BPS GPM dapat
memberi kuasa kepada
Raad voor de Zending van de
NHK untuk bertindak
atau mewakili BPS
dalam memimpin pekerjaan
GPM di Irbar.
Tahun 1956 : Muncul masalah di jemaat GPM Merauke antara
Pjs. Penghentar Jemaat Merauke Pdt. O. Lekahena dengan Majelis Jemaat Merauke.
September 1956 : Sidang
Sinode GPM di
Ambon memutuskan membentuk
2 Klasis GPM
di Papua, yaitu
Klasis Fakfak dan
Klasis Merauke.
22 September 1956 : Telegram dari BPS GPM Ambon nomor
2513 kepada Ds. E. Gijsbers di Fakfak, menyatakan bahwa daerah GPM di Irbar ( Papua ) tetap GPM.
1 Oktober 1956 : Pdt. D. Lopulua mengambil alih pimpinan jemaat Merauke yang di
tinggalkan oleh Pdt. O. Lekahena.
10 Oktober 1956 : Surat dari 6 Jemaat ZNHK di daerah Bintuni,
meminta bergabung dengan GPM.
24 Oktober 1956 : Telegram dari BPS GPM
Nomor 2674 kepada Dr. G.P.H. Locher dan Ds.E.Gijsbers di Jayapura,
memberitahukan bahwa :
1.
Jemaat Manokwari dan Hollandia ( Jayapura ) diserahkan
kepada GKI.
2.
Jemaat Sorong dikembalikan kepada keputusan jemaat yang
bersangkutan.
28 Oktober 1956 : Resolusi Jemaat GPM Hollandia ( Jayapura ), ditujukan kepada BPS
GKI dan GPM, isinya menolak keputusan BPS GPM yang hendak menyerahkan jemaat
ini kepada GKI.
November 1956 : 1. Ds.E.Gijsbers
menyampaikan 3 pilihan kepada jemaat Sorong :
1)
Tetap GPM
2)
Bersama jemaat-jemaat GPM lainnya menjadi satu Klasis
dalam GKI
3)
Menjadi Jemaat GKI.
2. Sidang Jemaat Sorong memutuskan, tetap sebagai jemaat GPM.
19 November 1956 : Ds.E.Gijsbers mengirim telegram nomor 381 kepada BPS GPM di Ambon,
minta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Umum GPM, dan selanjutnya akan
memimpin sekolah Penginjil di Ransiki.
Januari 1957 : Surat
dari Zendings Raad (ZNHK) di Oegstgeest kepada BPS GPM berisi 12 usul, antara
lain :
1)
Minta Ds.E.Gijsbers diberhentikan dari tugas Wakil Umum
GPM
2)
Usul membentuk sebuah komisi untuk mengatur pekerjaan
GPM di Papua, yang terdiri dari :
Ketua :
Pdt. M. Wattimena
Sekretaris :
Ds. H.L. Beck
Anggota :
R. S. Soumokil
29 Januari 1957 : Telegram dari Majelis Jemaat GPM Hollandia (Jayapura) kepada BPS
GPM di Ambon, yang isinya menolak isi telegram BPS GPM Nomor 2674 tanggal 24
Oktober 1956 tentang penyerahan jemaat Hollandia kepada GKI.
19 Februari 1957 : Surat
dari Oegstgeest (ZNHK) mengusulkan pembentukan Komisi untuk mengatur pekerjaan
GPM di Papua.
11 Maret 1957 : Badan Penasihat GPM di Fakfak berapat membahas
usul Oegstgeest. Keputusannya adalah tidak setuju dengan usul tersebut.
Maret 1957 : Ds.E.Gijsbers mengirim telegram kepada BPS GPM
di Ambon, mohon berhenti dari tugas Wakil Umum GPM.
16 Maret 1957 : Surat
yang ditandatangani oleh 6 putera Papua yang mengatasnamakan anak-anak Papua di
Nieuw Guinea
Selatan, ditujukan kepada Dr.F.C.Kamma (Sekretaris Umum Sinode GKI) di
Jayapura, minta untuk bergabung dengan GKI : (mereka masing-masing :
J.
Mahuse, H.Ndiken, J.Idam, D.Mahuse, J.Dambudjai, P.Gobay, B.Gobay, D.
Basik-Basik).
19 Maret 1957 : Surat dari A. Jaflaun nomor
1/1957 yang mengatasnamakan 87 anggota Sidi Jemaat GPM Merauke , kepada
Dr.F.C.Kamma, menyatakan keinginan untuk bergabung dengan GKI.
April 1957 : Telegram jawaban dari BPS GPM Ambon kepada
Ds.E.Gijsbers, isinya menyetujui permohonan yang bersangkutan untuk
mengundurkan diri.
09 Mei 1957 : Telegram dari BPS GPM tentang penetapan Klasis
Fakfak dan Merauke sesuai Keputusan
Sidang Sinode November 1956.
10 Mei 1957 : Telegram BPS GPM kepada Ds.E.Gijsbers,
memberitahukan bahwa penggantinya adalah Ds.H.L.Beck.
24 Mei 1957 : Surat
Majelis Jemaat Muli (ditandatangani oleh : H. Lekransi, J. Kapressy, M.Emola,
J. Alolang dan J.J.Ilaitutin), ditujukan kepada Badan Penasihat GPM di Fakfak,
isinya mendukung sikap Badan Penasihat dalam mempertahankan status GPM di Papua
dan menolak Ds.H.L.Beck menjadi Wakil Umum GPM di Papua.
01 Juni 1957 : Telegram dari Badan Penasihat GPM di Fakfak
kepada BPS GPM di Ambon, menyatakan tidak setuju Ds.H.L.Beck menjadi Wakil Umum
GPM di Papua.
15 Juni 1957 : Badan Penasihat GPM mengirim telegram kepada
BPS GPM Ambon, isinya menolak Ds.H.L.Beck menjadi Wakil Umum GPM
03 Juli 1957 : Telegram dari Badan Penasihat GPM, isinya
mengingatkan BPS agar keputusan menyangkut pekerjaan GPM di Papua harus
dirundingkan dengan lapangan.
09 Agustus 1957 : Konperensi penghentar-penghentar jemaat dan majelis Jemaat GPM
daerah Fakfak-Kokas, memutuskan antara lain :
1.
Mempertahankan status GPM
2.
Segera membentuk Klasis-klasis GPM di Papua
10 Agustus 1957 : Pembentukan Klasis Bagian Fakfak-Kokas
30 Agustus 1957 : Ds.H.L.Beck mengangkat pekerjaan sebagai Wakil Umum GPM menggantikan
Ds.E.Gijsbers.
Desember 1957 : Ds.D. Van Bodengraven tiba di Merauke dan menjadi Ketua Klasis
Merauke.
22 Desember 1957 : Jemaat GPM Hollandia (Jayapura) membentuk Badan Pengurus GPM
(sementara) di Hollandia.
04 Februari 1958 : Ds.H.L.Beck (Wakil Umum GPM) mengirim surat teguran kepada jemaat GPM di Hollandia
nomor : 15 / 58 / A menyangkut pembentukan
Badan Pengurus GPM (sementara) di Hollandia dan meminta untuk membubarkannya.
17 Februari 1958 : Badan Pengurus GPM (sementara) di Hollandia dibubarkan dan mulai
saat itu jemaat di Hollandia menyatakan mengurus diri sendiri.
Tahun 1958 : Ds.H.L. Beck (Wakil Umum GPM), Pdt.B. Lokollo
(Sorong), Pdt.M. Wattimena (Fakfak) dan Pdt.M. Pesiwerissa sepakat untuk
membentuk Sinode Darurat GPM untuk wilayah GPM di Papua.
16 – 23 Agustus 1958 : Sidang Klasis Fakfak I di Fakfak, memutuskan
antara lain membentuk Sinode Darurat GPM di Papua.
November 1958 : Sidang Klasis Merauke I
11 November 1958 : Surat dari Dr. G.P.H.
Locher nomor 7131.
Dalam
suratnya ini, dengan alasan perkembangan kondisi politik yang mengakibatkan
semakin sulitnya komunikasi antara BPS GPM di Ambon dengan wilayah pelayanannya
di Papua, maka ia mengusulkan agar segera membentuk Sinode Darurat di Papua
yang mencakup Klasis GPM Fakfak, Merauke dan jemaat GPM Sorong.
Tahun 1958 : Penjajakan pembentukan Persatuan Pemuda
Kristen Maluku (PPKM) di Papua.
Tahun 1959 : Pengiriman 3 calon siswa ke sekolah Teologi di
Jayapura, masing-masing : G. Iba, T.A. Fenetiruma dan J.A. Risamasssu.
06 Mei 1959 : Surat
Dr.G.P.H. Locher nomor 3020, isinya kembali mengusulkan tentang pembentukan
Sinode Darurat bagi wilayah-wilayah GPM di Papua.
04 November 1959 : Surat Dr.G.P.H Locher
nomor 7460 kepada Ds.H.L. Beck berisi usul untuk membentuk Sinode Darurat.
Tahun 1960 : Di Merauke :
Ds.
D. Van Bodengraven : Ketua Klasis
Merauke
Pdt.
D. Lopulua : Ketua Klasis bagian Merauke
F.
Pelamonia : Pegawai Kantor Klasis Merauke
Tahun 1961 : Ds. L. Flier menggantikan Ds.H.L.Beck sebagai
Wakil Umum GPM di Papua.
26 Maret 1963 : Ds.D.F. Pelamonia menggantikan Ds. L. Flier
sebagai Wakil Umum GPM di Papua, berkedudukan di Jayapura. Sampai saat itu
wilayah pelayanan GPM di Papua tidak berubah status, tetap GPM kecuali jemaat
Jayapura yang tetap mandiri dan jemaat GPM Sorong yang sejak tahun 1959 semakin
menyusut karena sebagian besar anggota jemaat yang kembali ke Maluku atau meninggalkan
Sorong dengan menumpang Kapal Motor Papagayu setelah perusahaan pengelolaan
minyak bumi tempat mereka bekerja (NNGPM) ditutup.
01 Mei 1963 : Sejak ini, wilayah Irian Barat (Papua) berada
dibawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA).
Agustus 1964 : Masalah serah terima jabatan penghentar jemaat
GPM Kaimana. Sesuai SK BPS GPM Ambon
Nomor : 89/II/Pa tanggal 1 Agustus 1964, Pdt. G.Iba ditempatkan di Jemaat GPM
Kaimana. Tiba di Kaimana, Guru A. Titaley sebagai penghentar jemaat tidak bersedia
melaksanakan serah terima jabatan dan tugasnya dengan alasan belum menerima surat pemberitahuan
mutasinya.
27
April 1965 : Resolusi
Jemaat Kaimana, ditujukan kepada Wakil Umum dan BPS GPM, isinya antara lain :
1.
Kepemimpinan Gereja dan sekolah-sekolah harus diisi oleh
anak-anak Papua asli
2.
Keinginan untuk berintegrasi ke GKI
Tahun 1966 : Sidang Sinode GPM 1966 menetapkan pemekaran
Klasis GPM Fakfak dan Klasis Kaimana.
25 Oktober
1966 : Peristiwa Degen (Fakfak), antara Guru J.
Latuheru dan Guru J. Titaley, yang berbuntut munculnya keresahan di jemaat
Degen.
1 Nopember 1966 : Masalah Kokas (Fakfak). Khotbah Guru A.
Muskitta dalam Ibadah Pengutusan Injil di Kokas telah menimbulkan reaksi
didalam jemaat untuk menolak GPM di daerah Kokas.
April 1968 : Sinode GPM Ambon menetapkan Klasis GPM Arguni
– Babo (10 jemaat di daerah Babo dari Klasis Fakfak dan 11 jemaat di Teluk Arguni dari Klasis
Kaimana). Dengan demikian, wilayah GPM di Papua terbagi dalam empat Klasis,
masing-masing : Klasis Fakfak, Kaimana, Arguni – Babo dan Merauke.
4 Nopember 1968 : Surat Pernyataan
ditandatangani oleh ch. Nanggewa, J. Anggaluly dan M.
Idorway, ditujukan kepada ketua
Sinode GPM di
Ambon, isinya :
1. Tidak
membutuhkan Wakil Umum
GPM untuk Irian
Barat karena itu
dipulangkan kembali ke
Ambon.
2. Pdt. G. Iba
setelah kembali dari
tugas belajar, segera menjadi
Ketua Klasis Fakfak.
3. Gaji
Pdt. G . Iba dan Pdt. T. A. Fenetiruma selama
tugas belajar di
Ambon supaya di bayar
penuh.
4. Putera-putera
daerah Irian Barat dari
Kabupaten Fakfak dan
Merauke wajib masuk
sekolah Teologi.
19 Mei 1969 : 1. Surat
BPSU GKI Nomor : 878/D-3/69 kepada Ketua
Klasis GPM Fakfak di Fakfak, meminta agar kelompok yang sudah menyatakan dirinya sebagai Jemaat GKI di Fakfak, tetap
dilayani dulu oleh GPM.
2. Surat
BPSU GKI Nomor : 883/F.3/69 kepada E.
Hegemur di Fakfak, meminta agar kelompoknya untuk sementara bersabar sambil
mengikuti prosedur dan memenuhi anjuran BPSU kepada Klasis GPM Fakfak.
14 Juli 1969 : Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di Merauke
23 Juli 1969 : PEPERA di Fakfak
26 Juli 1969 : PEPERA di Sorong
29 Juli 1969 : PEPERA di Manokwari
02 Agustus 1969 : PEPERA di Jayapura
07 Januari 1970 : Surat
dari anggota-anggota jemaat GKI di Fakfak kepada Pemerintah Daerah Fakfak,
memberitahukan tentang berdirinya GKI di Fakfak
18 Januari 1970 :
Ibadah Pembukaan berdirinya jemaat GKI di
Fakfak
19 Januari 1970 : Surat
Badan Pimpinan Sementara GKI Wilayah Fakfak Nomor : 002/GKI/FF/70, kepada anggota-anggota
jemaat Protestan putera daerah Irian Barat (Papua) di seluruh bekas wilayah
GPM, tentang menyatakan diri keluar dari GPM dan masuk GKI.
25 Januari 1970 : Surat
BP sementara GKI Wilayah Fakfak Nomor : 012/GKI/FF/70, kepada GPM di Irian
Barat (Papua) bagian Selatan, tentang berdirinya GKI di wilayah Fakfak dan
Merauke.
26 Maret 1970 : Surat
BPH Sinode Resort GKI Biak – Numfor Nomor : 0133/BPHSR/GKI/70 kepada GPM di
Ambon dan Papua, mengusulkan agar menyerahkan jemaat-jemaat GPM di Papua kepada
GKI pada tanggal 26 Oktober 1970.
30 April, 1,4,9,10 Mei 1970 : Pertemuan antara Ketua BPSU GKI dan BPS GPM di
Ambon, menghasilkan :
1.
Kesimpulan Bersama ( 09 Mei 1970 )
2.
Pernyataan Bersama (
10 Mei 1970 )
02 Mei 1970 : Surat
BP Sementara GKI Wilayah Fakfak Nomor : 46/GKI/FF/70, kepada Pengurus GPM
wilayah Kokas tentang
Perubahan Pengurus GPM menjadi Pengurus GKI.
19 Mei 1970 : Jemaat GPM Wanoma (Kaimana) menyatakan diri
menjadi jemaat GKI.
22 Mei 1970 : Surat
BP Sementara GKI Wilayah Fakfak Nomor : 47/GKI/FF/70 kepada Pengurus GPM
Wilayah Kokas, tentang Serah terima GPM
Wilayah Kokas kepada GKI.
01 – 23 Juni 1970 : Wakil Ketua BPSU GKI, Ds.S.Chaay mengunjungi GPM
17 Juni 1970 : Surat
dari BP sementara GKI Wilayah Fakfak Nomor : 59/GKI/FF/70 kepada jemaat-jemaat
GPM di Irian Barat (Papua), tentang kebebasan untuk memilih antara tetap
sebagai jemaat GPM atau menjadi jemaat GKI.
20 Juni 1970 : Surat
pernyataan umat Kristen putera daerah Papua, tentang masalah GPM di Irian Barat
(Papua) bagian selatan.
02 Agustus 1970 : Jemaat GPM Manggasa (Babo) menyatakan diri menjadi jemaat GKI.
04 – 06 September 1970 : Sidang bakal Sinode
Resort GKI Fakfak
10 September 1970 : Terbentuknya Sinode Resort GKI Fakfak
26 – 31 Oktober 1970 : Sidang
Sinode GPM ke- 25
16 November 1970 :
Surat
BPS GPM Nomor : 1930 tentang integrasi Klasis-Klasis GPM Papua ke GKI
15 Desember 1970 : Surat
BPSU GKI Nomor : 2246/D.3/70 kepada Majelis Jemaat GKI Fakfak, tentang Hasil
Percakapan BPSU GKI dengan BPS GPM Ambon.
Isinya antara lain
bahwa GPM akan
menyerahkan wilayah pelayanannya di Irian
Barat bagian selatan
untuk berintegrasi ke
dalam GKI.
Tahun 1970 : Penginjilan GPM (Klasis Merauke) ke wilayah
Asmat.
28 April 1971 : Pertemuan GPM dan GKI di Pematang Siantar. Kesepakatannya
antara lain bahwa pimpinan Sinode GPM akan ke Jayapura pada akhir bulan Juli
1971 untuk merundingkan persiapan integrasi Klasis-Klasis GPM ke GKI.
14 Mei 1971 : Surat
Wakil Umum GPM Nomor : 28/Sekum-Um/71 kepada Klasis-klasis GPM di Papua tentang
persiapan integrasi.
04 Juni 1971 : Pimpinan Klasis GPM Fakfak diserahterimakan
dari Pdt.M. Wattimena kepada Pdt.G.Iba
23 – 31 Juli 1971 : Pertemuan GPM dan GKI di Argapura menghasilkan Keputusan Argapura
untuk membentuk satu komisi kerjasama GKI dan GPM untuk melayani permasalahan
di daerah ini
1.
Nota
BPS GPM :
3 alternatif : Integrasi / berdiri sendiri
/ tetap GPM > dengar pendapat dari jemaat-jemaat yang bersangkutan
2.
Nota
GKI : Integrasi / tetap GPM (perhatikan
perkembangan mereka) / Berdiri sendiri dengan dukungan GPM dan GKI.
03 – 10 Oktober 1971 : Sidang
Sinode GKI di Biak, menetapkan bakal Klasis GKI Fakfak
29 Oktober 1971 : Terjadi insiden pemukulan terhadap Ketua Klasis GPM Fakfak (Pdt.G.
Iba) oleh anggota jemaat GKI Fakfak
25 – 26 September 1971 : RAPAT
KERJA I Ketua-ketua Klasis GPM se- Papua bersama Wakil Umum dan Sekretaris Umum
GPM di Merauke, menghasilkan sebuah memorandum, isinya :
1.
Membentuk
Gereja berdiri sendiri lepas dari GPM
2.
Waktu
persiapannya ialah tahun 1973 – 1976
3.
Waktu
pengresmiannya ialah dalam Sidang Sinode GPM 1976
Desember 1972 : Sidang Sinode GPM ke- 26 di Ambon.
Salah satu keputusannya adalah menerima aspirasi Klasis-klasis GPM di Papua
untuk melembaga selambat-lambatnya tahun 1976 (Keputusan Sinode 1972, Bab
VII.32).
2 Agustus
1973 : Surat
Pernyataan Jemaat Manggasa
untuk keluar dari GPM
dan bergabung dengan
GKI.
12 November 1973 : Berdirinya Sekolah Teologia GPM Fakfak
04 – 07 Desember 1973 : Rapat
Kerja II Ketua-ketua Klasis GPM se- Papua di Ambon, menyepakati pembentukan
Gereja Berdiri sendiri di Papua bagian selatan.
02 Oktober 1974 : Surat
BPS GPM Nomor : 4366-B1/I/74 kepada Badan Pekerja Klasis Fakfak, Kaimana,
Arguni-Babo dan Merauke, isinya antara lain :
1.
Mengingatkan
tentang Keputusan Sinode GPM ke XXVI tahun 1972, tentang pembentukan Gereja
Berdiri Sendiri di Irian Barat (Papua) bagian selatan, selambat-lambatnya tahun
1976
2.
Menghadapi
Sidang Sinode GPM ke XXVII tanggal 01- 08 Desember 1974, maka GPM ingin
mendengar pendapat dari Klasis-klasis GPM di Papua tentang hal itu.
27 – 28 November 1974 : Rapat
Kerja III Ketua-ketua Klasis GPM Papua bersama Wakil Umum GPM di Ambon,
menyepakati pembentukan Badan Persiapan Gereja Berdiri Sendiri di Papua.
01 – 08 Desember 1974 : Sidang
Sinode GPM ke- 27, meratifikasi hasil Rapat Kerja Ketua-ketua Klasis GPM
bersama Wakil Umum GPM (27-28 November 1974).
Tahun 1974 : Sidang Sinode GKI Sorong menetapkan Klasis GKI
Fakfak
05 April 1975 : Terjadi Insiden Kaimana, ketika akan
berlangsung Penataran para pejabat GPM di Kaimana.
09 April 1975 : Resolusi Jemaat GKI Kaimana
03 – 06 November 1975 : Pertemuan GPM, GKI
dan DGI di Denpasar (Bali), menghasilkan
Konsensus Denpasar.
08 – 13 November 1975 : Rapat
Kerja IV Ketua-ketua Klasis GPM se Papua bersama Wakil Umu dan BPS GPM di
Ambon, membentuk Badan Persiapan Gereja Berdiri Sendiri Klasis-klasis GPM di
Papua, terdiri dari :
Penasihat : I.
Hindom
` Ketua : Pdt.G. Iba,Sm.Th
Wakil Ketua : St. P.Nafuni,BA
Sekretaris : Pdt.D.F.Pelamonia
Bendahara : Ch.O.S.Essuruw
Anggota-anggota : - Ketua-ketua Klasis GPM Fakfak, Merauke,
Kaimana dan Arguni-Babo
-
J.M.Rohrohmana
-
J.
Sarara
-
E.
Furima
-
H.J.Muskita
-
K.
Megi
-
A.
Tanggahma
-
A.
Tuturop
-
J.
Fandey
-
Z.
Dimar
09 Januari 1976 : Rapat I BP Gereja Berdiri Sendiri di rumah Wakil Umum GPM di Jayapura.
30 April 1976 : Resolusi Fakfak, isinya antara lain :
1.
Menolak
adanya satu organisasi gereja baru ciptaan GPM
2.
Menyatakan
supaya GPM secara sadar menyerahkan seluruh jemaat dan aparatnya kepada GKI
3.
Akan
berusaha agar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya seluruh orang Kristen yang
ada di daerah selatan Irian Jaya, berintegrasi ke dalam GKI
2 Juni 1976 : Surat
pernyataan ditandatangani oleh Sekretaris Majelis Jemaat atas Babtisan pertama bagi orang-orang gusimawa dan wanoma dilaksanakan pada akhir tahun 1929. Salah satunya adalah Martinus Nauseni dari kampung wanoma.Pendeta F. Slump melayani babtisan kudus di Gusimawa, sawatwera dan mandiwa. Babtisan di mandiwa dilaksanakan pada tanggal 4 mei 1930. Majelis
Jemaat Foroma Jaya (Kaimana) menyatakan diri keluar dari GPM dan bergabung
dengan GKI
16 Juni 1976 : Surat Majelis Jemaat Foroma Jaya (Kaimana),
isinya menarik Surat Pernyataan tanggal 2 Juni 1976 dan menyatakan tetap
sebagai jemaat GPM.
22 – 23 Oktober 1976 : Rapat
Kerja V Ketua-ketua Klasis GPM se Papua bersama Wakil Umum, BPS GPM dan BP
Gereja Berdiri Sendiri di Ambon, menetapkan perubahan personalia BP dan
membentuk Badan Pembantu.
Tahun 1976 : Sidang Sinode GPM ke 28
13 – 14 Desember 1976 : Pertemuan
GPM, GKI dan DGI di Kebayoran Baru Jakarta.
27 – 29 Januari 1977 : Pertemuan
GPM, GKI dan DGI di Jl. Salemba Raya 10 Jakarta.
Melalui rapat ini dibentuk Kelompok Tugas Regional untuk membantu pengembangan
jemaat-jemaat di Papua.
28 Oktober 1977 : Resolusi Badan Pekerja Klasis GKI Fakfak Nomor : 44/ HK-KL/FF/1977 yang isinya menolak
rencana didirikannya Gereja Berdiri sendiri oleh GPM.
30 November 1977 : Penyempurnaan komposisi dan personalia BP
Gereja Berdiri Sendiri di Irian Jaya.
04 – 09 Mei 1978 : Sidang Proto Sinode Gereja Berdiri Sendiri mencakup ke- 4 Klasis
GPM di Irian Jaya di Merauke. Hasil-hasil Sidang ini adalah :
1.
Terpilihnya
BP Proto Sinode
2.
Nama
Lembaga : Gereja Protestan Indonesia di Irian Jaya
3.
Sidang
Sinode Perdana akan dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 1978
01 Juni 1978 : Serah terima jabatan dan tanggungjawab dari
Badan Persiapan Gereja Berdiri Sendiri kepada BP Proto Sinode, yang terdiri
dari :
Ketua : Pdt. G. Iba
Wakil Ketua :
Pdt. T. A. Fenetiruma
Sekretaris : Pdt. A. F. Manupessy
Bendahara : Sdr. D. Basary
20 Juli 1978 : Pertemuan BP Proto Sinode dengan Tim DPRD
Provinsi Papua dan pimpinan-pimpinan jemaat-jemaat GPM se Klasis Fakfak di
Fakfak.
November 1978 : Sidang Sinode GPM ke – 29 di Ambon.
Salah satu keputusannya adalah mempersiapkan pelembagaan GPI Irja.
November 1979 : Rapat BP Proto Sinode bersama pimpinan-pimpinan Klasis GPM se Papua
di Fakfak
04 Mei 1980 : Surat
Pernyataan pimpinan-pimpinan jemaat GPM se Klasis Merauke.
27 Juli 1980 : Pernyataan dan Deklarasi tentang berdirinya
GPI Irja oleh Ke- 4 Klasis GPM se Irja di Fakfak, ditandatangani oleh ke- 4
pimpinan Klasis GPM.
v
Jam
18.00 Wit Pernyataan dan Deklarasi tentang berdirinya GPI Irja oleh ke-empat Klasis GPM se- Irja
ditandatangani di Fakfak oleh Ke- 4 pimpinan Klasis mewakili jemaat-jemaat GPM
dari keempat Klasis GPM di Irian Jaya.
v
Jam
19.30 Wit Deklarasi disampaikan secara
resmi kepada Bapak Bupati (Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak).
29 Juli 1980 : Pernyataan dan Deklarasi yang telah
ditandatangani diserahkan secara resmi kepada Bapak Bupati Kabupaten Fakfak.
11 Agustus 1980 : Pernyataan dan Deklarasi tersebut diserahkan kepada Kepala Kantor
Wilayah Departemen Agama Provinsi Irian Jaya, melalui BIMAS Kristen Protestan
Kanwil DEPAG Provinsi Irian Jaya.
November 1980 : Sidang Sinode GKI Irja ke- 9 di Biak menolak pelembagaan GPI Irja
18 Februari 1981 : BPS GPM mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : 12/IX/Org tentang
pelembagaan GPI Irja.
6 Januari
1983 : Jemaat
GPM Kaliki ( Merauke )
menyatakan diri masuk
GKI.
04 – 05 Mei 1984 : Dialog utusan jemaat-jemaat GKI dan GPM dari tiga Kabupaten
(Merauke, Fakfak dan Manokwari) di Fakfak. Salah satu kesepakatannya adalah
bahwa masing-masing Gereja berjalan sendiri-sendiri, tetapi akan tetap berusaha
untuk membina hubungan baik.
11 – 17 November 1984 : Sidang
Badan Pekerja Lengkap Sinode GPM di Saparua (Maluku Tengah). Dalam Sidang ini
Badan Pekerja Proto Sinode GPI Irja melaporkan seluruh persiapan untuk
pelembagaan GPI Irja. Tanggal 04 Mei 1985 ditetapkan sebagai tanggal
pengresmian GPI Irja.
01 Mei 1985 : Memorandum BP Am Sinode GKI Irja Nomor :
326/B-16/1985, isinya menolak rencana pelembagaan GPI Irja tanggal 24 – 30 Mei
1985.
25 Mei 1985 : Pengresmian GPI Irja di Fakfak dan pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab pelayanan dan pembinaan jemaat-jemaat GPM di Irja
dari GPM kepada GPI Irja.
25 – 30 Mei 1985 : Sidang Sinode Perdana GPI Irja
28 Mei 1985 : Nota Protes BP Am Sinode GKI Irja Nomor :
398/D-64/85 kepada BPH GPM yang telah melembagakan GPI Irja.
06 Juli 1985 : Pernyataan sikap Jemaat GKI Ottow Merauke,
menolak
MASA GPI IRJA ( 1985 – 2003 )
25 - 30 Mei 1985 : Sidang Sinode Perdana GPI Irja.
28 Mei 1985 : Nota Protes BP Am Sinode GKI Irja Nomor : 398/D-64/85 kepada BPH GPM yang telah
melembagakan GPI Irian Jaya.
06 Juni
1985 : Insiden
Kaimana, Rumah dinas Ketua Klasis
Kaimana dirusak oleh
anggota-anggota GKI.
12 Juni
1985 : Pencabutan
papan nama GPI
Irja di jemaat
Eben-Haezer Fakfak.
06 Juli 1985 : Pernyataan sikap Jemaat GKI Ottow Merauke,
menolak berdirinya GPI Irja
25 -
31 Mei 1987 :
Sidang Sinode Istimewa GPI Irja di
Fakfak, menetapkan Tata Gereja GPI Irja dan pencantuman Pancasila sebagai azas
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Tata Gereja tersebut.
31 Oktober 1989 : DIRJEN BIMAS Kristen DEPAG RI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor :
200 Tahun 1989 tentang pendapatan GPI Irja pada DEPAG RI.
03 – 10 Desember 1989 : Sidang
Sinode ke- 3 GPI Irja di Fakfak.
28 November -
5 Desember
1993 : Sidang Sinode ke- 4 GPI Irja di Jayapura.
November 1997 : Sidang MPL PGI di Waingapu (Sumba)
menetapkan menerima GPI Irja sebagai anggota PGI yang ke- 71.
29 Nopember- 4Desember 1997 : Sidang Sinode
ke-5 GPI Irja
di Merauke.
12-19 Agustus
2002 : Konven
I Pendeta dan
Penginjil se-GPI Irja
di Nakias ( Merauke ), menghasilkan komitmen
bersama sebagai ikrar
para pelayan GPI
Irja untuk setia
kepada panggilan pelayanan
dan pengutusannya.
25 Januari -10 Februari
2003 : Sidang Sinode ke-6
GPI Irja di Fakfak. Selain menetapkan
Tata Gereja dan
Tata Ibadah, juga
menetapkan penggantian nama
GPI Irja menjadi
GPI Papua.
MASA GPI
PAPUA ( 2003 - )
Juni 2005 : Menjadi
tuan rumah penyelenggara SGA
GPI ke-16 di
Jayapura.
Fakfak, 31
Agustus 2005
Catata Sejarah
GPI di Papua lahir 25 Mei 1985 dari hasil penginjilan beberapa badan zending, seperti, NZG, (1797), UZV (1860), perkumpulan Biji Sesawi dan Ora Et Labora (1930), GPM (1935) dan ZPM (1936). Setelah berdiri dan berkembang, GPI Papua ini terdaftar di Ditjen BimasKristen tahun 1989 dan di daftar ulang tanggal 2 Februari 2009. Pengurus awal gereja ini adalahPdt. Meritus Y. Kabes (Ketua), Pdt. J.C Tanamal, SmTh (Sekretaris). Wilayah selatan Irian Jaya mulai disentuh oleh kegiatan Pekabaran Injil dari badanzending Belanda (UZV) sekitar abad ke-20 (thn 1928) yang meliputi daerah Fakfak danManokwari. Daerah Merauke kegiatan PI dilakukan oleh Indische Kerk dan perkumpulan PI dari Ambon yaitu Perkumpulan Sebiji Sesawi Dan Ora et Labora Tahun 1947 wilayah-wilayah tersebut diserahkan kepada Gereja Protestan Maluku (GPM). Pdt. E. Gijbers ditunjuk sebagai perwakilan GPM. Tahun 1949, terjadi banyak perkembangan, seperti daerah Fakfak menjadiklasis Fakfak dan kemudian klasis Fakfak dimekarkan lagi menjadi 4 klasis. Yaitu Klasis Kaimana, Klasis Arguni Babo dan Klasis Merauke Memburuknya suhu politik Indonesia-Belanda menjadi penghambat perkembangan sehingga tahun 1950 terjadi kevakuman hubungan GPM di IRJA dengan GPM pusat di Ambon. Pada 1 januari 1955, jemaat-jemaat GPM di IRJA harus berdiri sendiri secara finansial terlepas dari bantuan pemerintah Belanda.Tahun 1955, de Zending van de Nederlansch Hervomde Kerk (ZNHK) sedang mempersiapkan pelembagaan daerah PI di wilayah utara IRJA untuk menjadi daerah mandiri (Gereja Kristen mandiri di IRJA). Mereka ingin supaya jemaat-jemaat wilayah selatan bergabung. Pada 28 Agustus 1965, terjadi kesepatakan antara badan pekerja sinode GPM dengan ZNHK, tentang pembagian wilayah pelayanan di IRJA. Sejak 9 Agustus 1957 telah ada keputusan untuk menolak bergabung dengan GKI IRJA yang tercetus dalam rapat para penghentar jemaat dan majelis jemaat daerah Fakfak, Kokas. Pada periode 1970-1985 terjadilah konflik yang melahirkan keretakan dan ketidak tenangan dalam kehidupan bergereja antara GKI IRJA dan GPM. Untuk mengatasi perpecahan ini GPM dan GKI IRJA melakukan berbagai pertemuan (1970-1984) yang melibatkan PGI (dulu DGI) dan pemerintah daerah. Akhirnya tercapai kesepakatan, salah satunya adalah gerejasaling menghormati keputusan masing-masing. Dari rapat-rapat pimpinan klasis se-IRJA yang diadakan di Merauke pada bulan Juli 1970, persiapan-persiapan menuju gereja yang mandiri pun di mulai. Beberapa langkah penting dalam rangka penyiapan pelembagaan GPI IRJA, yaitu:
1. Pendirian Sekolah Theologia Menengah pada tahun 1973 di Fakfak.
2. Pembentukan badan persiapan gereja mandiri yang diketuai oleh Pdt. Gerson Iba,Sm.Th yang berkedudukan di Fakfak. Badan ini berhasil menyelenggarakan sidang proto sinode di Merauke pada tanggal 4-9 Mei 1978 untuk meresmikan lembaga gereja yang baru yaitu GPI IRJA, tetapi gagal karena tentangan dari pihak GKI IRJA.
3. 27 Juli 1980, rapat pimpinan klasis GPM di selatan IRJA mengeluarkan deklarasi yangmendesak agar sidang sinode yang perdana yang gagal pada tahun 1978 segera dilaksanakan.
4. 25 Mei 1985, bertempat di gedung gereja Ebenheazer Fakfak diadakan ibadah peresmian dan pengukuhan Gereja Protestan Indonesia di Irian Jaya (GPI IRJA) yanglepas dari GPM. Ibadah tersebut kemudian diikuti oleh sidang sinode perdana GPI IRJAtanggal 25-28 Mei 1985. Dalam sidang tersebut berhasil memilih dan menetapkansusunan keanggotaan Badan Pekerja Harian Sinode GPI IRJA pertama periode 1985-1989, dengan Pdt. J. Kabes sebagai ketua dan Pdt.CHR Tanamal, Sm.Th sebagai sekretaris umum.
Sejak tanggal 31 Oktober 1989, GPI IRJA telah terdaftar sebagai sebuah lembaga yang sah dan berbadan hukum pada Departemen Agama Republik Indonesia. GPI IRJA berubah nama menjadi GPI Papua sejak tahun 2003 dikarenakan pergantian nama Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua. Perubahan nama GPI Papua ini baru ditetapkan secara resmi untuk digunakan oleh Sidang Sinode GPI IRJA ke-6 tahun 2003 di Fakfak, yang berlangsung dari tanggal 25 Januari- 1 Februari 2003 .
Papua memiliki keragaman etnis, budaya, dan agama yang kaya. Di Papua, agama memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat dan sering kali menjadi salah satu elemen yang memengaruhi dinamika politik lokal. Salah satu agama yang cukup dominan di Papua adalah agama Kristen, di mana Gereja Protestan Indonesia di Papua salah satunya. GPI memiliki sejarah panjang di Papua yang dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Misi-misi agama Kristen, termasuk GPI, memiliki peran dalam pengembangan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat di Papua. GPI di Papua tidak hanya berperan dalam aspek keagamaan, tetapi juga aktif dalam upaya pembangunan sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Banyak gereja GPI di setiap Klasis bekerja sama dengan lembaga gereja lainnya untuk tetap konsisten menjalanka sekolah-sekolah dan Rumah Sakit yang menjadi pusat pendidikan dan pelayanan kesehatan di berbagai daerah di Papua.
Di Papua keberagaman agama sangat kentara dengan adanya agama-agama tradisional, Kristen, dan Islam. Meskipun demikian, GPI dan gereja-gereja Kristen lainnya memiliki jumlah pengikut yang signifikan dan memainkan peran sosial, politik, dan budaya yang penting. Sejarah dan konteks keagamaan Papua memberikan landasan penting untuk memahami peran dan keterlibatan tokoh GPI dalam politik praktis di Papua, termasuk dalam konteks Pilkada Kabupaten Kaimana tahun 2020, serta dampak positif dan negatifnya bagi gereja dan masyarakat Papua secara lebih luas .
Ditinjau dari latar belakang sejarah melembaga GPI Papua, terlihat bahwa para pelayan GPI IRJA saat itu terlibat pada beberapa momen politik praktis, oleh karena itu pemerintah pusat pada awalnya tidak mendukung kehadiran GPI IRJA (Papua). Dicurigai terdapat pengaruh politik Repoblik Maluku Selatan (RMS), dan aktivitas politik Papua Merdeka, yang berikut GPI IRJA tidak mendukung partai Golkar. Ketika pemerintah provinsi (Kepala Direktorat Sosial Politik Irian Jaya 1984) Mengetahui bahwa pendeta dan penginjil GPM yang mendukung Partai Demokrasi Indonesia, telah dipulangkan ke Ambon, dan seorang penginjil lain telah menjadi anggota DPRD Kabupaten Merauke utusan partai Golkar, rekomendasi bagi GPI IRJA disetujui. Keadaan sosial politik pada masa Orde Baru, situasi dukung dan tidak mendukung untuk partai Golkar, memiliki konsekwensi yang besar bagi setiap individu ataupun lembaga gereja, ormas, dan juga aktivis lainnya .
Sejarah Ini diTeliti Oleh Pdt.Dr.Max Felubun MTh ( dalam Tesis S2 nya), Di Tulis Ulang Oleh Pdt. Victor Th Furima dalam Skripsinya GPI Papua Dan Politik Pada Tahun 2012. Dan di telaah dalam Tesis nya pada tahun 2023.
Luar biasa para penginjil2 kita. Terima kasih sdh menuliskan sejarah ini. GBU bro
BalasHapussama-sama bung marvin
BalasHapus