SIAPA SIH PENDETA VICTOR TH FURIMA (OUTOBIOGRAFI)

"AGAMA SUKU"



AGAMA SUKU
VICTOR FURIMA. STh

Ø  ANIMISME :
Animisme berasal dari kata anima, dari bahasa latin animus dan bahasa yunani anepos, dalam bahasa sansekerta disibut prana, dalam bahas ibrani ruah. Arti kesemua itu adalah napas atau jiwa. Animisme adalah ajaran/doktrin tentang realitas jiwa.
Orang primitif mempunyai kepercayaan bahwa semua hal yang kita lihat ini seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda lainnya mempunyai roh. Oleh karena itu roh-roh tersebut mempunyi kekuatan yang dasyat dan mempunyai kehendak, sehingga kalau marah bisa membahayakan manusia dan kalu gembira bisa menguntungkan manusia.
Seorang ahli antropologi asal inggris E.B Taylor dalam bukunya primitif kultur mengajukan sebuah teori (teori serba jiwa), bahwa bentuk kepercayaan asal manusia adalah animisme.
Teori ini timbul atas 2 hal:
1.      Adanya dua hal yang tampak, yakni hidup dan mati.
2.      Adanya peristiwa mimpi, sesuatu yang hidup dan berada ditempat lain pada waktu tidur, yakni jiwanya sendiri. Jiwa bersifat bebas berbuat sekehendaknya.
Animisme Sebagai Agama
Istilah agama atau dalam bahasa inggris religion. Apapun pengertiannya yang jelas akan merujuk pada type karakteristik tertentu terhadap data-data yang ada seperti, kepercayaan, praktek-prktek, perasaan keadaan jiwa, sikap pengalaman.
Animisme merupakan agama primitif. Agama primitif merupakan suatu cara tertentu yang dilakukan oleh manusia di dalam mengalami dunia dan tuhan, suatu pandangan tertentu terhadap segala kehidupan disekeliling manusia atau mentalitet atau sikap rohani tertentu.
Akibat Animisme Terhadap Keyakinan Masyarakat
Animisme dapat diartikan sebagai kepercayaan manusia pada roh leluhur. Dalam keyakinan masyarakat yang menganut paham animisme mereka meyakini bahwa orang yang telah meninggal dianggap sebagai yang maha tinggi, menentukan nasib dan mengontrol perbauatan manusia. Kemudian pemujaan semacam ini lalu berkembang menjadi penyembahan roh-roh. Roh oarng yang meninggal dianggap dan dipercayai mereka sebagai makluk kuat yang menentukan, segala kehendak serta kemauan yang harus dilayani. Dan mereka juga beranggapan roh tersebut juga dapat merasuk kedalam benda-benda tertentu. Roh yang masuk kesebuah benda akan menyebabkan kesaktian atau kesakralan benda tersebut. Maka dari itu masyarakat tadi menyembah pada roh-roh tersebut supaya selamat dari bahaya.
Bentuk Penyembahan (Kultus Dalam Animisme)
Mereka percaya bahwa roh itu bukan hanya menempati makluk hidup tetapi juga benda-benda mati, sehingga roh itu terdapat dalam batu-batuan, pohon-pohon besar, tombak, kepal manusia yang dimumi. Karena adanya kepercayaan pad roh dan hantu, timbullah paemujaan pada tempat/benda yang dianggapa dihuni roh. Dan yang dipuja agar membaas kebaikan, ada pula yang dipuja agar roh itu tidak mengganggu. Agar terhindar dari kemarahan roh/hantu biasanya diadakan ritual yang dipimpin oleh para pendeta. Adakalanya mereka membujuk roh-roh dengan mengadakan penguburan hewan/manusia yang dikubur hidup-hidup atau diambil kepalanya dan dilempar kedalam gunung manakala sebuah gunung meletus. Mereka beranggapan bahwa jika ada bencana alam berarti roh-roh alam sedang marah.
Dari bermacam-macam sikap terhadap orang yang meninggal kita dapatkan beberapa macam bentuk-bentuk kultus pemujaan. Adapun bentuk-bentuk tersebut adalah:
Tingakatan Pemujaan Terhadap Kelas-Kelas
Tidak semua leluhur mempunyai tingkatan yang sama sebab diantara mereka terdapat yang paling berkuasa. Dan sering terjadi anggota kelompok atau anggota suku dalam tingkatan biasa dipuji untuk sementara waktu saja. Bentuk sesembahan yang merata diantara suku-suku primitif adalah terhadap roh pada pribadi agung yang merupakan pusat kultus sesembahan leluhur.
Kultus Sesembahan Merupakan Tumpuan Harpan
Roh-roh para leluhur dapat dipanggil untuk membantu kesulitan masyarakat terutama untuk menjamin kelestarian garis jalur keturunan karena biasanya ada keyakinan bahwa roh para leluhur mendambakan kelestarian garis yang memuji dia. Selain itu roh para leluhur diharapkan untuk menghindarkan penyakit atau wabah, membantu memberikan hasil panen yang berlimpah.
Roh Leluhur Sebagai Dewa
Dalam fenomena pemujaan terhadap roh para leluhur terdapat bentuk kultus sesembahan yang dimuliakan roh leluhur dan leluhur ini diyakini kedudukannya ama dengan dewa.
Bentuk Kultus Sesembahan Berbentuk Komunal
Orang yang telah meninggal disembah untuk suatu kelompok keluarga, suku ataupun bangsa karena para roh ini adalah anggota keluarga, suku pada waktu hidupnya.

Sikap Animisme Terhadap Roh Orang Mati
Pada orang-orang primitif kita dapatkan bebrapa sikap terhadap orang-orang sudah meninggal.
Orang mati diyakini sangat membahayakan karena mati dapat menular
Apabila manusia yang masih hidup dapat memperdulikan, tidak memperhatikan, tidak merawat, dan tidak melayani dengan baik orang sudah meninggal, maka roh-roh akan membawa manusia yang masih hidup di dunia ini kepada penderitaan sakit yang dapat menyebabkan kematian. Dan hal ini sangat menular, terlebih lagi bilaman mereka meninggal dikarenakan oleh sebab kekerasan, kekejaman. Ini diyakini akan membawa kematian pada orang lain.
Orang Mati Terutama Mereka Yang Menjadi Tokoh Ulama' Para Pemuka
Kepala suku setelah mati, mereka ini dianggap semakin berkuasa dan menetukan kehidupan serta hasil manusia yang masih hidup. Rohroh mereka diyakini menjadi hilang batas-batas jasmaniyahnya dan mampu menolong tetapi juga mampu menyakiti, karena itu mengambil hati para roh sangat dipentingkan.


Beberapa orang yang lebih tua yang telah meninggal, tidak boleh dilupakan begitu saja
Mereka inilah yang nantinya merupakan tokoh-tokoh yang kedudukannya akan menjadi tokoh pemujaan dan tokoh sesembahan. Dan dalam perkembangn kemudian menjadi dewa.
Orang yang sudah mati tidak dapat mencukupi kebutuhan sendiri
Karena itu oleh orang yang masih hidup. Baik mereka ebagai tokoh yang dihormati dan dicintai maupun sebagai tokoh yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena dianggap membahayakan orang lain.
Orang yang sudah mati diyakini rohnya dapat kemballi kedunia, kembali hidup dalam masyarakat manusia dan rohnya tadi dapat dilahirkan kembali dalam jasad-jasad yang dikehendaki dan dipilih olehnya.
Ø  TOTEMISME
Adanya anggapan bahwa binatang-binatang juga mempunyai roh, itu disebabkan di antara binatang-binatang itu ada yang lebih kuat dari manusia, misalnya gajah , harimau, buaya, dan ada pula yang larinya lebih cepat dari manusia. Pendeknya, banyak yang mempunyai kelebihan-kelebihan di- bandingkan dengan manusia sehingga ada perasaan takut atau juga meng- hargai binatang-binatang tersebut. Sebaliknya, banyak pula binatang yang bermanfaat bagi manusia, seperti kerbau, sapi, kambing, dan sebagainya. Dengan demikian, hubungan antara manusia dengan hewan dapat berupa hubungan permusuhan berdasarkan takut-menakuti dan ada pula hubungan baik, hubungan persahabatan bahkan hubungan keturunan (totemisme). Itulah sebabnya pada bangsa-bangsa di dunia terdapat kebiasaan menghormati binatang-binatang tertentu untuk dipuja dan dianggapnya seketurunan.

Ø  PRA ANIMISME
Adanya kepercayaan akan kekuatan supernatural yang bersifat adikodrati dan tak berpribadi yang terdapat dalam pribadi tertentu, binatang, atau obyek tak berjiwa lainnya serta dianggap bisa dipindahkan dari satu pribadi atau obyek ke pribadi atau obyek lainnya.


Ø  MANA
Dalam budaya Polinesia, mana adalah kualitas spiritual yang dianggap memiliki asal-sebuah kekuatan supranatural impersonal suci yang ada di alam semesta. Oleh karena itu untuk memiliki mana adalah memiliki pengaruh dan otoritas, dan keberhasilan-kekuatan untuk melakukan dalam suatu situasi tertentu. Kualitas penting dari mana tidak terbatas pada orang-orang, pemerintah, tempat dan benda mati dapat memiliki mana. Ada dua cara untuk mendapatkan mana: melalui kelahiran dan melalui peperangan. Orang atau benda yang memiliki mana yang dihormati karena milik mereka dari mana memberi mereka otoritas, kekuasaan, dan prestise. Makna kata adalah kompleks karena mana adalah landasan dasar pandangan dunia Polinesia.
Ø  DINAMISME
Istilah dinamisme berasal dari kata dinamo artinya kekuatan. Dinamisme adalah paham/kepercayaan bahwa pada benda-benda tertentu baik benda hidup atau mati bahkan juga benda-benda ciptaan (seperti tombak dan keris) mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci. Benda suci itu mem- punyai sifat yang luar biasa (karena kebaikan atau keburukannya) sehingga dapat memancarkan pengaruh baik atau buruk kepada manusia dan dunia sekitarnya. Dengan demikian, di dalam masyarakat terdapat orang, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda, dan sebagainya yang dianggap mem- punyai pengaruh baik dan buruk dan ada pula yang tidak.
Benda-benda yang berisi mana disebut fetisyen yang berarti benda sihir. Benda-benda yang dinggap suci ini, misalnya pusaka, lambang kerajaan, tombak, keris, gamelan, dan sebagainya akan membawa pengaruh baik bagi masyarakat; misalnya suburnya tanah, hilangnya wabah penyakit, me- nolak malapetaka, dan sebagainya. Antara fetisyen dan jimat tidak terdapat perbedaan yang tegas. Keduanya dapat berpengaruh baik dan buruk ter- gantung kepada siapa pengaruh itu hendak ditujukan. Perbedaannya, jika jimat pada umumnya dipergunakan/dipakai di badan dan bentuknya lebih kecil dari pada fetisyen. Contohnya, fetisyen panji Kiai Tunggul Wulung dan Tobak Kiai Plered dari Keraton Yogyakarta.
Ø  POLITEISME
kepercayaan kepada dewa-dewa. Tujuan beragama dalam politeisme bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan.
Ø  MONOTEISME
faham yang meyakini Tuhan itu tunggal dan personal, yang sangat ketat menjaga jarak dengan ciptaanNya.
Ø  FETISISME
Fetisisme adalah suatu istilah yang diambil dari bahasa portugis, feitico (Latin, factitious), yang berarti dibuat dengan cara istimewa kata dibuat disini harus ditangkap dalam arti mempesona atau memikat. Para pedagang Portugis dalam berhubungan dengan Afrika Barat menggunakan istilah fetish (ajimat) untuk menyebut objek-objek pemujaan dari penduduk pribumi disana. Kata itu diperkenalkan ke Eropa lewat karya seorang penulis Perancis, Charles des Brosses: culte des dieux fetiches (1760). Sejak saat itu istilah ini telah digunakan untuk menunjuk agama primitif pada umumnya, sampai saat istilah Tylor Animisme dipakai untuk hal yang sama itu. Fetish itu unik dan daya rohaninya tak terpisahkan dari obyek masing-masing. Sebagai fenomena religius fetisisme dapat dirumuskan sebagai pemujaan terhadap suatu ajimat, yakni suatu objek materi yang dianggap dihuni oleh suatu roh atau mengandung suatu daya adikodrati, magis.
Ø   

Komentar