SITUASI, KONDISI, TOLERANSI, PANTAUAN JANGKAUAN, GABUNGAN KATA PENGATAR vICARIS vICTOR fURIMA



SITUASI, KONDISI, TOLERANSI, PANTAUAN JANGKAUAN, 
GABUNGAN KATA PENGATAR DALAM LAPORAN VICARIS VICTOR FURIMA, S.Th
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan perkenaan-Nya sehingga penulis saat ini boleh menyelesaikan triwulan pertama (18 september 2016-18 desember 2016).  Ada begitu banyak suka dan duka yang penulis alami dalam menjalani masa vikariat tahun pertama ini khususnya di Jemaat GPI Papua “ Siloam Alatep namun dari semua itu penulis sadari bahwa ini semua merupakan proses mengenal akan medan pelayanan, walaupun sebenarnya penulis sudah kenal medan gumul GPI Papua ini.  namun terimakasih Tuhan untuk semua yang sedang berlangsung sebab “semua yang ku miliki itu milik MU Tuhan”).
Puji syukur  penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus sebagai kepala Gereja berkat perlindungan-Nya maka pada tanggal 26  februari 2017 penulis dapat mengangkat tugas sesuai dengan SK sinode di Jemaat Betsean Po-Epe hingga dapat melaporkan proses masa vikaris tahun I Triwulan dua ini.
“Syukur” mungkin ini sebuah kata yang pantas di kumandangkan mewakili semua rasa yang ada dalam perasaan, sanubari serta pikiran. Bagaimana tidak !ada sebuah Pra Kondisi yang mana memaksa kita sebagai vikaris harus berada dalam dimensi tekanan khususnya penulis. di tengah-tengah mordenisasi dunia masa kini, kami terpaksa dan dipaksakan harus menerima realita bahwa penerangan yang kita harapkan harus dari PLN, Generator, genset, atau juga disel semua itu seolah hanya mimpi, penulis hanya bisa berharap pada apa yang Tuhan Allah cipta, matahari bulan dan bintang itulah sumber penerangan kami.
Berharap bisa berkomunikasi dengan orang-orang terkasih (orang Tua, pacar, teman dekat bahkan relasi kerja).Semua seolah sirnah hanya bisa berharap. Memang ada komunikasi yang dilakukan yang dinamakan komunikasi alam, berkomunikasi dengan anjing yang meraung dimalam hari, sambil menikmati komunikasi terselubung lewat pandangan mata yang menatap kunang-kunang yang kelapkelip layaknya situasi natal, di tambah lagi jangkrik dan kodok yang mendendangkan suara merdu seolah-olah ingin mengajak baku pukul.
      semua usaha telah dilakukan tetapi hanya bisa menghasilkan semboyan “hidup untuk makan, dan makan untuk hidup”.sebab alat transportasi yang standar yang sebenarnya bisa di adakan bagi kaum ekonomi lemah  yaitu motor, atau juga sepedah seolah barang paling mahal. Bagaimana tidak umat hanya bisa bermimpi memiliki itu semua, punya kelimpahan alam, tetapi tidak mampu diexpor keluar sebagai nilai jual beli. Atau untuk memiliki itu semua sudah pasti harus bekerja  supaya bisa menghasilkan barang yang bisa diuangkan. Namun semua barang tersebut tidak bisa dipasarkan atau mau di pasarkan kemana? jarak  yang sebenarnya dekat 63 Km Po-Epe -Okaba namun harus di tempuh  dengan jalan kaki itu yang menyulitkan, karena masyarakat masih di kategorikan masyrakat miskin. Berbagai macam bantuan pemerintah baik dana desa, respek dan lain-lain salah di pergunakan sebab latar blakang pendidikan saja tidak ada, angka putus  sekolah sangat tinggi buta huruf sangat tinggi disebabkan minat belajar saja sudah tidak ada. sekali lagi kami hanya bisa berharap dengan apa yang Tuhan Ciptakan sepasang alat transportasi abadi yakni kedua kaki.
Merauke-merauke nama mu di kumandangkan oleh hampir semua petinggi-petinggi dari berbagai latarblakang keilmuan di negeri ini mulai dari theology, psikologi, sosiologi politik yang mengedepankan hubungan biologi saja. Sudah !Numpang lahir saja, setelah itu memanfaatkan nama mu untuk loncatan karir pribadi mereka, namun untuk bagaimana membenahi latarbelakang kehidupan orang pribumi yang kurang kritis dalam mengikuti tuntutan zaman ini mereka seolah membunyikan hidung (Ngorok) pada waktu tidur. Jangan mengklaim diri orang merauke kalau Cuma datang penelitian dikampung-kampung guna kepentingan karya tulis saja (skripsi, tesis, bahkan desertasi) jangan katakana orang merauke kalau Cuma numpang lahir dan besar serta membesarkan nama sebuah etnis tertentu dari luar, dan jangan pernah kalian coba mengklaim diri orang merauke kalau angka buta huruf, angka putus sekolah, kurangnya minat belajar masih tinggi di kampung-kampung khusus okaba masih tinggi.
Bersyukur dan Pasrah kepada Allah yang senantiasa memberikan berkat kepada Penulis, karena hanya Dialah yang telah menuntun penulis sehingga  bisa melaksanakan tugas pelayanan sampai pada triwulan 3 ini. penulis sadari bahwa belum banyak yang bisa penulis lakukan dalam pelayanan, namun penulis tetap berupaya untuk bisa melakukan dengan semampu penulis, “Sebab jika Allah ada dipihak kita siapakah lawan kita”. oleh sebab itu pada kesempatan yang mulia ini ijinkanlah penulis untuk menyampaikan hasil Laporan triwulan tiga, terhitung mulai dari  25 maret – 25 juni 2017.
Pada dasarnya melakukan ataupun menjalankan pelayanan dalam konteks klasis Okaba tetapi terlebih Khusus jemaat Betseaan Kampung Po-Epe sedikit mengacu pada sebuah pertanyaan besar yang membutuhkan jawaban dari setiap pribadi pelayan khusus penulis. Pertanyaan itu ialah: siap kah kita melakukan pengorbanan berdasarkan cinta terhadap umat demi terlaksananya Pekerjaan Tuhan? (Proses menunggu waktu). pasrah terhadap apa yang di kehendaki Tuhan merupakan sebuah situasi yang secara tidak langsung dipaksakan untuk diterapkan kepada setiap pribadi Pelayan, di konteks pelayanan di klasis ini. Apa yang kemudian menjadi jawaban dalam setiap pergumulan itulah yang bisa direncanakan dan  dijalankan sebagai sebuah program kerja. Sebenarnya ada terdapat 2 jawaban terkait situasi ini. yang pertama penulis akan ada dalam situasi mempertanyakan apa yang diinginkan Tuhan dalam kehidupan Penulis (refleksi Pribadi)? kemudian yang kedua ialah betulkah ini cara Tuhan membentuk karakter para hamba-Nya? ataukah ini merupakan permainan segelintir manusia yang dituhankan manusia lain?
Penulis sadar sungguh bahwa sahnya. banyak sekali paradikma yang kemudian bermunculan mendobrak idealis berfikir penulis, sebab menjadi yang terbaik dalam menjalankan pelayanan menurut umat sangatlah tidak mudah. namun itu tidak akan menjadi tolak ukur bagi para penguasa-penguasa Taurat masa kini. Sebab mungkin bagi  mereka apapun bentuk situasinya, apapun bentuk pengorbanannya kami akan digubrik (respon) ketika kami membayar pajak dan loyal terhadap mereka. Bertolak dari stekmen diatas maka sudah tentulah kita tahu apa kesimpulannya. Disamping menafkahi kebutuhan Hidup yang mana  memaksa kita untuk terus menerus memenuhinya.
 Oleh sebab itu Kesimpulannya situasi ini ialah cari uang sebanyak-banyaknya agar dapat melakukan kegiatan-kegitan yang bisa membanggakan Mereka (Penguasa-penguasa taurat masa kini) dan bukan Tuhan. Tuhan Menjadi No 2 No 1 nya ialah Uang. sebab tanpa Uang kita seolah-olah Ber Iman Yang Membabi Buta. situasi inilah yang kemudian tergambar dalam realita pelayanan masa kini di klasis-klasis yang kemudian di cap masih mencari jati diri (masa Labil). Sehingga tujuan pelayanan yang sebenarnya menjadi “radikal idealis” dalam pemikiran penulis, kini berubah menjadi radikal pengusahawan. Hitungan matetmatisnya ialah dengan modal berapa, bisa menghasilkan keuntungan berapa, yang kemudian bisa mendatangkan beberapa orang yang katanya mengawal proses pelayanan. Kami butuh solusi kongkrit bukan ayat Alkitab yang hanya berakhir pada sebuah penafsiran dan menjadi refleksi diri. Mungkin refleksi diri bagi kami. tetapi bagi mereka sebagai satu bentuk nasehat dalam sebuah gebrakan demi dan untuk menguasai gardah depan Surga hasil ciptaan Mereka.
Sebagai orang percaya kita pasti memiliki kerinduan untuk mengalami segala hal yang baik dari Tuhan, hal yang sederhana seperti : mujizat, kesembuhan, pemulihan, kelepasan dan sebagainya. Namun kelihatan bahwa semua itu jauh bahkan bukan hanya umat Tuhan melaikan para hamba-Nya juga (Pendeta, penatua ataupun diaken), mengapa demikian, sederhana karna kita masih ragu.Kata ragu ini yang kemudian menjadi latarblakang berpikir penulis dan membatasi setiap pekerjaan Tuhan yang ingin dikerjakan, dampak dari semua ini pastilah penyesalan.
Penyesalan akan Waktu dan kesempatan yang di berikan namun tidak secara maksimal di manfaatkan oleh sebab itu pada kesempatan ini dalam laporan triwulan 4 ini penulis ingin menyampaikan permohonan maaf apa  bila ada yang sudah direncanakan bersama namun belumbisa di kerjakan.perlu penulis tekankan bahwa tanpa campur tangan Tuhan lewat mujizat yang sederhana dalam kehidupan penulis. maka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan tugas dan tanggung jawab vikariat tahun pertama ini sampai dengan memberikan laporan triwulan 4 ini yakni 25 Juni – 27 Agustus 2017.
Tak terasa bahwa penulis telah tiba pada akhir tahun pelayanan di triwulan keempat.Ada begitu banyak suka duka dan pelajaran yang didapat oleh penulis dalam rangka pembentuk mental, spiritual bahkan kesiapan diri untuk menjadi seorang hamba Tuhan.
Maka dengan tulus penulis mengucapkan banyak terimaKasihh kepada pendeta (Mentor) di Jemaat GPI Papua Betseaan Po-Epe, klasis Okaba, Kab. Merauke, Pdt. Lusia. L.Yapno, S.Th beserta suami (Bpk. Yeheskel. T) dan adik adik terKasihh Nesia, T, dan Refan, T. Juga kepada para Majelis Jemaat GPI Papua Betseaan Po-Epe, klasis Okaba, Kab. Merauke yang selalu menegur, menasehati, memberi masukkan dan pendapat kepada penulis dalam proses pembelajaran masa vikariat terlebih kusus badan pekerja klasis GPI papua Okaba priode 2013-2018
sebab lewat realita kepemimpinan dan pelayanan di klasis ini menjadikan pelajaran berharga untuk penulis bahwa sesungguhnya jangan menyerah dengan situasi, kondisi, toleransi, pantauan dan jangkauan. Untuk semuanya itu, penulis ucapkan terimaKasihh yang tak terhingga.Kiranya Tuhan Yesus Kristus Kepala Gereja dan Persekutuan ini memberkati dan melayakan kita semua untuk terus ada dalam pelayanan bersama.Amin.
“Menjadi pelayan yang provisional baik dalam mengemban Tugas dan tanggung jawab sangatlah membutuhkan komitmen, kerja keras, dan lebih utama sikap pengendalian diri. Terkadang situasi inilah yang menjadi factor utama dalam menentukan karakter dari pada pelayan” (pendeta nantinya).
         Inilah steakmen yang sering di kemukakan oleh pendeta mentor, majelis jemaat, dan juga umat dalam bentuk nasehat kepada calon pendeta dalam hal ini vikaris. Seolah memaksakan kehendak mereka untuk membentuk karakter calon pelayan (vikaris) tersebut sesuai kehendak mereka, dan bukan kehendak Tuhan. Mengapa dikatakan demikian? Bagi penulis masukan apapun itu, entah dalam bentuk nasehat, teguran, pembinaan. semua itu akan berguna ketika kita menyadari siapa kita sebenarnya sehingga nasehat ataupun masukan serta saran yang kita berikan tidak di nilai menjastis, mendiskrit orang yang ingin kita bentuk. Sebab terkadang kita mengabaikan waktu dan pembentukan serta proses yang di ijinkan Tuhan terjadi dalam kehidupan manusia. “Predestinasi” kehendak bebas Allah dalam membentuk,dan menentukan nasib seseorang, nasib bangsa dan Negara serta semua makluk hidup di dunia ini. Sehingga klasifikasi usia, waktu kematangan seseorang dalam hal menjalankan pelayanan sangatlah di pandang perlu dipertimbangkan.
Situasi, kondisi, toleransi, pantauan serta jangkauan merupakan hal yang mestinya di pikirkan oleh seorang pimpinan jika ingin dinilai sebagai sosok yang provisional.

Moto : “Semua Yang Ku mIliki Itu Milik Mu Tuhan”.

Komentar