Sejarah Gereja GPI PAPUA Betsean Po-epe Klasis Okaba (Victor Th Furima S,Th)



A.     Sejarah Gereja GPI PAPUA Betsean Po-epe Klasis Okaba
Ketika melihat nama gereja ini kita akan sedikit mengenang sebuah situs/ kota kuno yang di temukan  oleh pakar arkeologi pada abad 19 lalu yang mana menganalisis ada pengaruh mesir kuno, kota yang terletak di timur tengah ini juga menjadi sebuah kota yang menjadi Tujuan bangsa Israel pada saat keluar dari mesir, kota betseean terletak pada daratan kanaan, yang manaketika pembagian di berikan kepada suku menasye untuk di taklukan dan menjadi milik, namun suku menasye tidak menghalau penduduk betsean dan seluruh anak kotanya, namun mereka dijadikan pekerja rodi untuk suku menasye.[1]Berbicara tentang perkembangan sejarah berdirinya jemaat Betseaan Poepe tidak terlepas dari peran serta badan-badan zending.dan juga beberapa guru injil itulah bentuk pendapat dari beberapa respoden yakni tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat di kampung PO-epe  yang memberi masukan terkait sejarah Gereja di jemaat ini. Seperti : (Bapak YanceNdiwaen, Bapak Natanyel Malinden, bapak Obaja blamen/kepala kampung, Bapak Toni Ndiwaen, Bapak Elisa Maswaen, Bapak Yunus Maswaen, bapak guru Sitau).

1.      Sekilas tentang Penemuan Tanah Papua
Alvaro de Saavedra merupakan orang Spanyol yang pertama yang menginjakan kakinya di tanah Papua (thn 1528). Kemudian pada tanggal  20 Juni 1545 Ynigo Ortiz de Retes, menacapkan bendera Spanyol disebelah timur delta sungai Mamberamo pertanda bahwa daerah ini menjadi milik Raja Spanyol. Memasuki abad ke- 17 berdatangan orang Belanda. Orang Blanda pertama kali menyusuri pantai barat dan selatan Papua untuk mencari emas adalah Willem Janz. Selanjutnya Jan Cartenz (1623), Abel Jansz Tasman bersama Francoys Jacobsz Visscher (1642 dan 1644). Pada tahun 1678 J. Keyts melayari bagian barat Tanah Papua sampai ke daerah Namatota juga dia menancapkan bendera Belanda di daerah kokas. Selain itu ada juga orang Inggris James Cook, Thomas Forrest, John Mac Cluer yang sampai ke tanah Papua.
Pada tahun 1894 Belanda Mendirikan pos perdagangan di Manokwari.kemudian pada 16 Mei 1895 lewat perjanjian Den Haag menetapkan pembagian Tanah Papua. Bagian timur dikuasai Inggris, bagian utara dikuasai Jerman, sedangkan bagian Barat dikuasai Belanda. Pada 8 Oktober 1898 pemerintah Belanda membangun pos pemerintahan diManokwari, kemudian pada tanggal 1 Desember 1898 dibangun pula di Fakfak. Setelah itu pada tanggal 12 Februari 1902 Belanda membuka pos pemerintahan di Merauke.
Badan- badan Zending yang menginjil di selatan Papua  merauke dan sekitarnya
ü  Nederland Zending Genoskap (NZG)
ü  Gereja Protestan Maluku (GPM),
Pada awal tahun 1970-an, Klasis GPM merauke malakukan penginjilan ke daerah Asmat.
ü  Zending Protestan Maluku (ZPM)
Dibentuk tahun 1936 di Ambon oleh anggota GPM. Menginjili di daerah selatan Papua,  merauke dan Mimika.
2.      Pekabaran injil di Daerah Selatan (Merauke).
Pada tanggal 30 Maret 1908, Pdt. R.W.F. Kefftembelt datang dari Banda melayani baptisan kudus pertama (Protestan) untuk 24 orang. Kemudian pada tanggal 2 Juni 1909, baptisan kedua dilayani oleh Pdt. E.J.B.Jansen, yang dibaptis berjumlah 24 orang. Setelah itu pada tanggal 16 Juli 1911 Jacob Lodewijk Nanlohy melayani peneguhan sidi yang pertama sebanyak 15 orang. Batisan pertama di Okaba dilayani oleh Guru Jemaat D. Pelupessy tanggal 26 Nopember 1916, dan di Muting baptisan pertama kali dilayani oleh Guru Jemaat J. NikiJuluw, tanggal 12 Oktober 1924. Majelis Pertama di daerah Merauke (tahun 1919) adalah J. Lahalo dan J.L. Tuhepary(sebagai Penatua), B. Silahooy dan O. Titaley (Diaken).
Untuk lebih jauh mengenal kampung serta jemaat betseaan Po-epeOleh sebab itu dalam penulisan sejarah Gereja Protestant Di Papua Jemaat Betsean  po Epe menurut beberapa narasumber yakni (Bapak Dance Ndiwaen, Bapak Natanyel Malinden, bapak Obaja blamen/kepala kampung, Bapak Toni Ndiwaen, Bapak Elisa Maswaen, Bapak Yunus Maswaen,). terbagi dalam 3 dekade. yakni :1. Dekade kehidupan Masa mengayau kira-kira dari tahun 1320 – 1800. 2. Dekade kehidupan Masa Penginjilan dan pemerintahan belanda, serta GPI Papua dan Gereja Kemah Injil Indonesia masuk ke kampung Po-epe. 3. Dekade yang ke tiga ialah masa dimana GPI Papua Melayani di Kampung Po-Epe sampai sekarang.

A.     Dekade kehidupan Masa mengayau kira-kira dari tahun 1320 – 1800.
Kita akan lebih kenal ataupun akan akrap disebut dengan situasi Mengayau, yang mana memiliki persamaan pada bagian Papua barat disebut dengan Honngi, yaitu semua unsur masi didominasi oleh kebiasaan Bapak nenek moyang yang senantiasa memperkenalkan kita dengan beberapa kebiasaan mereka, seperti hidup yang Nomaden, kebiasaan Meramu, dan masih banyak lagi tetapi yang mau di jelaskan ialah terkait dengan apa yag disebut dengan Mengayau. Mengayau adalah bentuk bahasa yang mana menjelaskan tentang perang suku sama halnya dengan hongi tetapi bisa dibedakan dari sifat dan tujuan perang tersebut. Mengayau dan Honggi merupakan sebuah situasi yang bisa disamakan tetapi juga bisa dibedakan, mengayau lebih di kenal di dataran papua selatan khususnya merauke, sedangkan hongi lebih di kenal di bagian papua barat, tetapi kesamaan dua kata ini menjelaskan tentang situasi perang suku yang pernah terjadi di daratan papua secara keseluruhan, sedangkan perbedaan dari dua kata ini terletak pada sifat dari perang tersebut. Misalnya mengayau adalah situasi dimana perang itu terjadi tujuannya hanya untuk cari nama dan kepala dari orang-orang yang di tuakan dari suku yang menjadi lawan/ suku yang lain. tetapi tidak mengambil daerah tersebut sebagai daerah kekuasaan. sedangkan Hongi memiliki tujuan yang lain seperti, bunuh, basmi, dan rebut daerah tanpa amppun. Yang menang akan menjadi tuan di negeri yang kalah.
Yang hebat di masa mengayau pada kampung Po-Epe yaitu konsep keTuhanan suku marin di kampung ini. Ada sedikit perbedaan penyembahan, menurut beberapa narasumber yang tertera diatas, mengemukakan bawahsanya konsep keTuhanan kami beda dengan orang marin bagian Pantai, dan sekitarnya. Kalau mereka menyebut Woliu sebagai sosok Tuhan dan juru selamat mereka yang dimaknai secara kontekstual maka kami tidak pernah menganggap Woliu sebagai sosok kontekstual dari Yesus.Kami tetap mengakui dia sebagai nenek moyang kami dan selebihnya merupakan orang pertama di daratan merauke, namun untuk menyembah dan mengakui dia sebagai Tuhan sabar dulu kita perlu bicara.sebab menurut saudara-saudara kita di bagian pantai merauke secara keseluruhan Woliu bisa disamakan dengan Yesus secara kontekstual karena dibunuh dan bangkit pada hari yang ke tiga setelah itu pergi entah kemana dan yang di tinggalkanya hanyalah bekas kuburan yang panjangnya hampir mencapai 12 m di kampung welbuti.
Namun menurut kami woliu hanya sebatas nenek moyang kami karena latar belakan kematiannya menghadirkan sebuah pertanyaan besar.kalau Yesus dengan tidak bersalah harus mati dan menebus dosa semua manusia di dunia ini, kenapa Woliu justru sebaliknya mati dikarenakan menghamili beberapa anak gadis yang secara tidak langsung menyeretnya kepengadilan adat dan dibunuh dengan melakukan ritual adat (Suanggi) lewat seekor ular berbisa.
Oleh sebab itu ketika berbicara tentang Allah yang transinden (yang berada diatas dan tidak mampu di gapai oleh kepintaran manusia manapun) sebenarnya keyakinan itu sudah ada sejak dulu, yaitu pengakuan akan sebuah kuasa (kekuatan) yang maha tinggi diatas kemampuan manusia dan yang tidak tinggal didunia fana ini kami seringkali menyebutnya dengan bahasa kami yaitu Ella Neme (Sang pencipta Tuhan besar yang tinggi diatas alam semesta). Menurut kami Ela Neme sendiri merupakan sosok kontekstual dari Allah pencipta dan Yesus yang sering disapa oleh nenek moyang kami dengan menyebutNya Samba Neme (Orang besar) karena kami tidak harus menyebut namaElla neme itu secara sebarangan maka kami menyebutnya dengan nama Samba neme. Sebab yang terjadi penyebutan terhadap namaElla neme itu ketika melakukan upacara syukur secara adat, entah itu diberikan berkat yang melimpah atas hasil panen, menagkap ikan, berburu, bahkan sampai kemenagan ataupun kekalahan pada saat perang suku pada masa mengayau itu. barulah bentuk ungkapan syukur yang dinaikan dalam bentuk pemujaan ataupun tarian bahkan bermain Si (bentuk tarian adat) di tujukan kepada sang pencipta yang disapa kami dengan Nama Ella Neme.

B.     Injil Masuk Di Kampung Po-Epe   +_ Tahun 1916 -1917
Dekade kehidupan Masa Penginjilan dan pemerintahan belanda, serta GPI Papua dan Gereja Kemah Injil Indonesia masuk ke kampung Po-epe.
Setelah masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi semakin merajalela kehidupan manusia secara keseluruhan Papua menjadi daerah tujuan perdagangan dari bangsa-bangsa penjajah dunia, setelah sebelumnya spanyol maka Negara belanda pun sekitar tahun 1816 tertarik untuk berada dan turut mengambil bagian untuk menggarap tanah papua entah melihat pertimbangan tujuan mereka yakni 3 G (Gold, Glory, and Gospel) setelah itu pada tahun 1902, mereka menanamkan bendera pemerintahan di daratan selatan papua (merauke). Maka sekitar tahun - tahun itu kampung po-pe kemudian berpindah dari kehidupan nenek moyang ke kehidupan generasi baru dan kampung inipun mengalami perpindahan pertama kali. Setelah itu berdasarkan buku SGP untuk GPI Papua karya (Pdt. DR. J.M Felubun Mth) menjabarkan proses penginjilan di daratan okaba terjadi berkat keteguhan dari seorang guru jemaat yaitu D. Pelupessy Batisan pertama di Okaba dilayani oleh Guru Jemaat D. Pelupessy tanggal 26 Nopember 1916.  Dan sekitar tahun ia melakukan proses penginjilan di beberapa daerah pesisir pantai okaba dan setelah selesai kemudian tahun berikutnya yakni tahun 1917 ia menginjili di kampung-kampung sekitar kali buraka dan entah dari kampung mana kemudia ia tiba di kampung Po-Epe lalumeginjili disana, 3 bulan berikutnya ia kemudian ke kampung Mahui, setelah itu 3 bulan berikutnya lagi ia ke kampung salamepe tugasnya sangat merangkap ia melayani Sekolah, Rumahsakit Dan juga Proses PI namun pada tahun 1918 terjadi wabah kolera didaratan papua selatan yang berpusat pada daerah Merauke maka pada awal tahun 1918 ia kembali pulang ke ambon Maluku. Setelah wabah ini berakhir 1922.Pada tahun 1925 pedagang-pedagang cina yang memperkerjakan orang orang timur, baik timur NTT dan juga Timur Maluku tenggara yang sekaarang berganti menjadi Maluku Barat Daya (Tepa). masuk dengan tujuan perdagangan ikan asin dan juga mencari burung kuning/burung cenderawasi, sudah ada rasa aman barulah 1926 badan zending NZG kembali mengirim tenaga-tenaga local seperti guru Jemaat Marantika yang tugasnya sama dengan Guru jemaat D Pelupessy yakni mengurus kesehatan, pendidikan, dan PI, yang mana sempat berada di kampung Po-epe juga, cukup membrikan kontribusi sebab beberapa metode pengajaran ia terkait lagu-lagu masih di ingat dan dikenang secara turun temurun seperti nona melayu, malu rasa bagaimana ( menurut bapak Dkn Elisa Maswaen).
Setelah misionari D. Pellupesi dan Marantika  meninggalkan dataran okaba sekitar awal tahun 1918-1923 kemudian,  masuknya pedagang-pedagang cina dan karyawan mereka orang-orang timur sekitar tahun 1925-1930. Disini kita akan sedikit melihat ibu dari lembaga GPI Papua yakni GPM.
Gereja Protestant Maluku berdiri (melembaga) sekitar tahun 1935 atas dasar kewenagan dan bantuan dari negeri belanda (NZG)maka pada tahun berikutnya yakni 1936 GPM mendirikan Badan Zanding Lokal milik gereja yaitu ZPM dalam membantu melaksanakan proses PI di tanah Papua. Sebuah peristiwa yang senantiasa membekas di memori para pahlawan kita yakni pecahnya perang dunia ke II yang mana dipicu oleh keinginan-keinginan Negara-negara adikuasa salah satunya Jepang. Sekitar tahun 1942 berdasarkan expansi daerah kekuasaan Jepang berhasil menguasai Indonesia, dan juga Irian Barat pada saat itu markas mereka berpusat di daerah Jasira onim yang sekarang disebut kabupaten fak-fak. Ini merupakan salah satu alasan mengapa ditariknya bantuan-bantuan yang membantu jalannya Pekabaran Injil di tanah Papua oleh pihak belanda namun masi bersifat sementara.setelah Amerika menghancurkan hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945 dan dengan memanfaatkan situasi itu maka Indonesia memproklamasikan kemerdekaan mereka ditahun yang sama. Pada rens waktu antara tahun 1945 -1949 pekabaran injil masih berjalan dengan sisa-sisa bantuan. Namun pada tahun berikutnya yakni 1950 seluruh bantuan diptuskan dan sifatnya permanent, disebabkan pemberontakan Repoblik Maluku Selatan (RMS) ini merupakan alasan yang ke dua. Oleh sebab itu maka GPM Mengambil alih penuh Proses Penginjilan di tanah Papua dengan zending lokalnya (ZPM).
Lewat ZPM pada tahun 1951 mereka mereka mengirim misionari-misionari (guru-guru injil) yaitu bapak Pesolima dan bapak dominggus Kakisina.Sepak terjang mereka berdua cukup memberikan dampak, salahsatunya mereka berhasil memperatukan masyarakat kampung Yabug dengan masyarakat kampung Po-epe.dan mendirikan sekolah dan Gereja Pada Tahun 1952. Pada tahun 1955 nama kampung Pu-epe berubah menjadi Po-epe dan terletak dipinggiran kali Imohi.Dan kampung ini masih dipimpin oleh ketua RW yaitu Samuel Balagaise.Interval waktu antara tahun 1955 sampai tahun 1964.   Kita akan kembali meninjau realitas kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945 namun setelah berselang 3 tahun kemudian tepatnya 1948 belanda kembali menduduki Indonesia terkhususnya Irian Barat sampai nanti pada tahun1963 terjadi PEPERA dalam rangka penentuan Pendapat Rakyat, barulah ada pergerakan dari keputusan Presiden Soekarno pada saat itu untuk melakukan penyerangan dalam rangka merebut Irian Barat, pergerakan itu dinamakan ” TRIKORA” tahun 1964.
            Pada tahun 1956-1958 Guru injil Manuputi dan Guru injil Saranamual menginjili di kampung ini. pada tahun 1958-1962 Guru injil Titarsole masuk menggantikan guru injil Saranamual, pada tahun 1963-1965 guru injil Lamarubun, berikutnya tahun 1966- 1971 guru injil Patsoa dan Guru injil Hindom masuk untuk menata pendidikan dan juga pelayanan di Gereja sekaligus mengakhiri peranan guru-guru injil di kampung ini oleh sebab itu mereka mengangkat pengurus gereja yang bertugas sebagai tuagama dan diaken yakni Bapak Samuel Maswaen dan Bapak Wenan Blamen. Barulah pada tahun 1972 ada beberapa guru-guru biasa yang memiliki perhatian Khusus terhadap pelayanan Gereja yakni pak guru Daniel Talahatu. Dan pada tahun 1974 ada penambahan tenaga Guru biasa yakni Pak guru, Agustinus Papalangi yang senantiasa setia sampai pada tahun 1995.
Sekilas Mengenal Proses Pekabaran Injil Gereja KIMI
Pada saat bersamaan gerakan pekabaran injil GEREJA KIMI yang sudah masuk sekitar tahun 1929
Oleh penginjil Jaffray di daratan batavia (Jakarta) namun tidak menginjil. Pada tanggal 1 juli 1929. utusan Injil di mutasikan dari Surabaya :
1.         Pdt. Clench ditugaskan Kalimantan Timur, Balik Papan.
2.         Kel. Pdt. Bril ditugaskan di lombok
3.         Kel. Pdt. Fisk ditugaskan di Kaltim dan
4.         Pdt. R.A. Jaffray kembali ke tiongkok untuk jemput rombongan ke dua.
Pada bulan September 1930. Jaffray pindah ke Makasar. Karena kantor pusat C&MA di bangun di Jakarta. Dari tempat itulah R.A Jaffray mengembangkan pelayanan, lalu 45 tahun kemudian barulah C&MA dan Gereja Kemah Injil ikut mengambil bagian dalam pemberitaan Injil di Pulau Jawa, yang kemudian terus meluas dari Sumatera sampai ke Pulau Irian Jaya (Papua). Pada tahun 1932 Pendidikan Sekolah Alkitab Makasar (SAM) dibuka. Pada Siswa-siswa SAM bersama para C&MA mengabarkan Injil secara kelompok, tahun 1932 sehingga pembukaan pelayanan di Kalimantan, Sulawesi, lombok, dan Sumbawa Tahun 1932-1933, lalu penginjilan di NTT, tahun 1955 lalu penginjilan  di Sulawesi, dan Irian Jaya (Papua) pada tahun 1964 di daratan enarotali kabupaten nabire Papua. Samapai mereka masuk didaratan selatan Papua dan menabiskan beberapa Zendeling Tukang (penginjil Lokal) sekitar tahun 1976, lewat proses itu maka pada tahun 1979 KIMI berhasil menduduki daratan Okaba dan juga masuk sampai kepelosok-pelosok kampung salah satunya kampung Po-Epe.[2]
C.     Dekade yang ke tiga ialah masa dimana GPI Papua Melayani di Kampung Po-Epe sampai sekarang.
Setelah melalui situasi menegangkan yang panjang tepatnya pada tanggal 25 mei 1985 GPI Papua melembaga di tanah ini dengan nama GPI IRJA. Ketika ada perubahan nama pada Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua, maka sejak tanggal 30 Juli 2002, nama GPI IRJA di ubah menjadi GPI Papua. Sistem pemerintahan gereja yang dianut ialah sistem Presbiterial Sinodal dengan aras pelayanan terdiri dari lingkup Sinodal, Klasis, dan Jemaat, yang diwarisi dari Gereja Protestan Maluku (GPM) dan lewat proses pengorbanan luarbiasa oleh ZPM Zendeling Protestan Maluku. Kantor pusat Sinode GPI Papua tepatnya berada di Ibu Kota Kabupaten Fakfak.
Oleh sebab itu dalam berlembaga mungkin kita baru namun untuk berkarya kita lebih dulu melalui peranan ibu kita GPM.
Setelah melembaga GPI Papua sudah menyiapkan Tenaga-tenaga pelayan lewat yayasan pendidikan milik GPI Papua yakni STT GPI Papua yang sudah berdiri pada Tahun 1973.Tetapi juga Lembaga GPI papua tidak Pernah menutup kemungkinan untuk para Pelayan Tuhan dari dataran ataupun latarblakang dari luar papua untuk melayani di tanah ini. alhasil pada tahun 1989 salah satu Pdt GPI Papua yang ditempatkan di Kampung Po-epe yakni Bapak Pdt.Andreas Kause masuk dan melayani di kampung ini, pendeta Tersebut mengangkat serta menabiskan beberapa Majelis Jemaat yang bisa membantunya menjalankan Pelayanan seperti Bapak Yohanis, Bapak Danci Dan Bapak Natanyel, dan Tuagama Bapak Pelipus. Pdt. Andreas Kause melaksanakan Tugasnya dari tahun 1988-1995. Pada tahun 1996 pdt. Andreas Kause digantikan dengan Pdt. Hukubun yang mana mempertahankan majelis-majelis tersebut dalam masa kepemimpinannya sebagai Ketua Majelis Jemaat di kampung Po-epe.
Pada tahun 2000 Pdt. Hukubun pindah dari kampung Po-epe dan terjadi kekosongan pelayan, pada saat itu daerah okaba masih termasuk resort dari klasis Merauke, maka pada tahun 2001 ada beberapa pendeta yang kemudian terus menjalankan pelayanan di kampung Po-epe  namun tidak menetap di kampung ataupun sebagai ketua majelis jemaat, seperti Pdt. S.Wajeri, Pdt. N, Renleuw (almarhum), dan lain sebagainya. Namun mereka tetap setia menjalankan peranan mereka, terjadi kekosongan yang cukup lama sampai pada tahun 2008. Pada tahun 2008 barulah di tempatkan  seorang vicaris perempuan Pertama yang di tugaskan di kampung ini yakni Vicaris Yeyen Uly asal timor di tugaskan disini namun ia tidak lama, pada tahun 2009 kembali lagi vicaris yang kedua yang di tugaskan dikampung ini yakni Vicaris Edy Tumalewang yang menjalankan Masa Vicaris tahun pertamanya dikampung ini
 Pada tahun itu kemudian ia mempersiapkan beberapa majelis jemaat  seperti Bapak obaja Blamen, bapak Toni Ndiwaen, Bapak Yeheskiel Ndiwaen, Pak Guru Sitau, Bapak Elisa Maswaen, Bapak Yunus Maswaen, bapak Niko Malinden, bapak Kayus Ndiken, bapak Paulus Toding, dan Tuagama bapak Yoel Blamen. Dan kemudian ia meminta salah satu pengurus pengurus Resort Yakni Pdt. Lukas Betaubun Untuk menabiskan serta melantik majelis-majelis tersebut, pada tahun ini pula sebuah pergumulan besar untuk Resort Okaba terjawab tepatnya bulan juni tanggal 29 tahun 2009  Resort ini melalui Sidang Klasis di Merauke diputuskan untuk melembaga sendiri menjadi satu klasis lagi Di GPI Papua.
Setelah masa vicaris selesai. Vicaris Edy Tumalewang pada tahun 2010 di tabiskan menjadi seorang pendeta dan tahun berikutnya ia di tugaskan kembali di jemaat Betseaan Po Epe tepatnya tahun 2011. Ia mengangkat beberapa diaken perempuan yang berstatus antar waktu yakni Dkn. Alvonsina, Dkn. Mariana Maswaen, dan Dkn elsina Enomen. Pada tahun 2012 pada bulan Maret ia beralasan untuk menikah dan ingin mengambil cuti, oleh sebab itu klasis GPI Papua Okaba yang pada saat itu ketua Pdt Isak Iwong mengijinkannya pergi, namun ia tidak lagi kembali bertugas di jemaat Betseaan Poepe. Pada tahun 2013 sinode kembali menugaskan pdt Isak Noya dengan SK calon Pegawai Organiknya Di jemaat Betseaan Poepe namun Ia hanya menjalankan Tugas 1 Minggu dengan alasan umat mencuri Henponnya, selanjutnya alasan untuk meninggalkan kampung Po-epe katanya orang Tuanya meninggal dunia maka iapun melarikan diri dari tugas dengan steakmen “Tempat Ini Tidak Layak Untuk Saya”.
Nantilah pada tahun 2014 bulan September Pdt. Lusia Yapno S.Th yang pada saat itu bertugas di Jemaat Siloam Alatep di SK kan oleh Sinode untuk pindah tugas ke Jemaat Betseaan Po-epe, namun barulah bulan November Pdt. Lusia Yapno dan keluarga datang ke Jemaat dan Puji Tuhan sampai hari ini tahun 2017 pendeta Lusia Ludia Yapno, S.Th masih setia menemani Umat di Jemaat Betseaan Po-Epe.
Masih dalam kepemimpinan Pdt. Lusia Yapno. Pada bulan September 2016 pada tanggal 01 juli 2016 ada penerimaan vikaris di lembaga GPI Papua salah satunya Vicaris Victor Furima S.Th. yang mana mendapatkan Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode yang jatuh tempo berlakunya  pada tanggal 18 september 2016 harus menjalankan atupun sudah mengangkat tugas di jemaat Betsean Po-epe namun, berdasarkan pertimbangan badan pekerja klasis okaba yang mana meninjau kekosongan pelayan di jemaat siloam Alatep, maka pada tanggal 25 september vicaris Victor Furima mengangkat tugas di jemaat Siloam Alatep.Setelah itu pada tanggal 15 januari 2017 surat keputusan badan pekerja klasis okaba menindak lanjuti surat keputusan Badan Pekerja Sinodeuntuk memutasikan vicaris Victor Furima Kembali ke jemaat Betseaan Po-epe, namun dikarenakan, situasi musyawarah klasis (RAKERSIS) Di jemaat solafide kwemsid  maka barulah tanggal 26 februari 2017 vicaris Victor Furima Mengangkat Tugas di Jemaat Betseaan Po-epe.Dan menjadi Vicaris ke 3 disana.
  IGEB (Selayang pandang berdirinya umat, atau cikal bakal berdirinya Pos pelayanan Sambaha IGEB)
Latar blakang berdirinya ataupun terbentuk Pos Pelayanan Sambaha igeb pada awalnya tahun 1992 jemaat Betsean Po-Epe  masih satu jemaat saja. Tetapi setelah tahun 1992 dilakukan pemilihan kepala Kampung ke 3 yaitu bapak Oktovianus Ndiken terpilih menjadi kepala Kampung Priode 1992-2007 pada kepemimpinannya juga bisa dikatakan sebagai pencetus cikal bakal pembentukan Pos pelayanan Sambaha Igeb.
Pada masa kepemimpinan bapak Oktovianus Ndiken, ada sebuah peristiwa yang kemudian memicu sebuah instruksi dari kepala Kampung, bahwa semua marga Ndiken harus pindah ke kampung yhabug tanah asal mereka. Peristiwa yang di maksud berawal dari sekitar tahun 1999 sudah ada beberapa orang marga Ndiken yang sudah membuka lahan perkebunan, memang bukan lahan perkebunan besar, namun sudah ada tanaman-tanaman jangka panjang yang di tanam mereka. Tepatnya pada tahun 2003 masih dalam kepemimpinan bapak Oktovianus Ndiken semua marga Ndiken boleh berpindah ke Yhabug.
Penjelasan mengenai Kampung Yhabug sendiri merupakan posisi dusun di tengah-tengah antara Kampung Po-Epe dan dusun Igep. Nama Kampung atau dusun  yhabug  memiliki pengertian yang sangat berarti bagi marga Ndiken. sebab bagi mereka dari seluruh marga Ndiken yang ada di kota Merauke dan sekitarnya semua berasal dari dusun ini. Dalam kaitan yhabug sendiri menjadi tempat keramat yang menjelaskan asal usul marga Ndiken.
Nama Ndiken sendiri menjelaskan tentang seekor burung yang bernama Ndik, sosok burung yang hapir mirip dengan burung kasuari dan bangau tetapi lebih besar dari burung bangau,  kakinya Merah dan bulu-bulunya berbintik-bintik seperti ada bunga-bunga ada warna merah bintik-bintik hitam, tetapi juga ada warna putih bintik-bintik hitam, burung ini sangatlah berperan dalam sejarah marga Ndiken dan disebut sebagai moyang dari marga ini (memang ketika membicarakan cerita-cerita mengenai asal usul manusia di bumi papua ini tidak terlepas dari kepercayaan yang berkaitan dengan tothemisme[1]). Ketika di telusuri maka kita akan mendengar bahwa konteks cerita tentang manusia-manusia siluman[2]( KKBI. sosok makluk yang sering menampakan diri bisa sebagai manusia, tetapi juga bisa sebagai binatang, manusia yang bisa berwujud binatang, manusia yang struktur tubuhnya mengandung unsure binatang). yang pernah hidup di bumi. Mendominasi keberlangsungan sebuah marga entah masih mitos atau merupakan fakta semua itu menjadi rahasia mati dalam histori maraga-marga di tanah Papua. Sehingga  Diceritakan bahwasanya turunan dari siluman burung Ndik yang mana kawin dengan siluman kepiting membuahi seorang anak manusia yang katanya pada umur tujuh tahun kemudian pada punggungnya keluar sayab. anak hasil perkawinan antara burung Ndik Dan kepiting ini berhasil di ambil/ diselamatkan dan hidup selayaknya manusia normal oleh tiga orang perempuan yang bermarga Gebse.namun setelah itu pada umurnya yang ke 7 dibawah lagi  keluar serta dibesarkan oleh ayahnya yang adalah Burung Ndik di dusun yhabug. Anak itu dibesarkan disana serta kawin dan beranak cucu sampai menjadi manusia seutuhnya yang mengenal peradaban di dusun yhabug. Oleh sebab itu dusun ini sangat bermakna bagi manusia-manusia Ndiken.
Terlepas dari sedikit ulasan asal usul diatas setelah tahun 2003 semua marga Ndiken pindah kedusun yhabug maka beberapa tahun berikut untuk mempermudah pembangunan daerah.pemerintah membangun jalan sebagai alternative transportasi selain lewat sungai buraka. Jalan yang dibangun yang mana menjadi alternative penghubung transportasi terkait dengan pembangunan daerah maka dimekarkan beberapa distrik dan membagi kampung-kampung yang dulunya satu distrik yaitu distrik okaba menjadi beberapa distrik.Salah satunya distrik Ngguti.Situasi inilah yang menjadi dasar pindahnya beberapa orang dari kampung Po-Epe dan juga dusun yhabug menuju dusun Igeb dengan satu tujuan yakni menjemput pembangunan sebab dusun igeb karena sangat dekat dengan jalan utama.Oleh sebab itu tepatnya tahun 2006. Bapak Oktovianus Ndiken dan beberapa orang yang marga Ndiken tetapi juga beberapa guru SD yang bertugas di SD YPK Po-Epe salah satunya Pak Guru Fredik Sitau pindah ke dusun Igeb, maka sekolah pun di pindahkan dari kampung Po-Epe Ke dusun Igeb, perpindahan itu membuahkan hasil tepatnya pada tahun 2007 jawaban dari dinas pendidikan kabupaten merauke untuk membangun gedung sekolah yang layak di dusun Igeb maka pada tahun 2008 setelah berdirinya gedung sekolah maka perlahan-lahan mulai ada penghuni yang datang dari kampung Po-Epe dan juga dusun Igeb untuk mendirikan rumah di dusun Igeb.
Setelah pindah pada akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007 ibadah minggu yang di lakukan oleh umat di dusun igeb masi dilaksanakan di kampun Po-Epe, namun posisi jarak yang sangat membutuhkan perhatian disebabkan jangkauan igeb-Po-epe kira-kira 7 Km, maka ada sebuah kesepakatan bersama oleh masyarakat yang ada di dusun igeb untuk beribadah saja di dusun igeb.Namun masih bergabung dengan umat dari Gereja KIMI dan ibadahnya masih bersifat oi kumene. Dan kolektanyapun masih di bagi dua, proses ibadahnya masih bergantian, minggu pertama dipimpin majelis dari gereja KIMI dan minggu berikut di pimpin oleh majelis dari GPI karena proses ibadah di lakukan di gedung sekolah SD YPK Po-Epe. Natilah pada tahun 2015 barulah proses ibadah bisa pisah sebab gedung Pos pelayanan Sambaha Igeb dibangun dan diresmikan pada tahun itu juga.


[1]  Tothemisme merupakan paham kontekstual dalam menyikapi dunia cultural/ budaya yang menjelaskan kepercayaan terhadap hewan-hewan. misalnya kepercayaan terhadap hewan-hewan yang pada dasarnya di percaya menjadi hewan kesayangan nenek moyang, yang mungkin pada saat itu hewan tersebut menjadi penolong, ataupun menjadi sosok yang ber kontribusi dalam perkembangan satu suku atau budaya tertentu maka dipercaya sebagai asal muasal keberlangsungan sebuah marga.
[2]  KKBI. sosok makluk yang sering menampakan diri bisa sebagai manusia, tetapi juga bisa sebagai binatang, manusia yang bisa berwujud binatang, manusia yang struktur tubuhnya mengandung unsure binatang).



[1]Alkitab LAI Hakim-hakim 1:27
[2]Data Sejarah Kampung Po-Epe dalam RPJM Pada tahun 1979 dilakukan musyawarah dalam rangka memilih kepala kampung maka bapak Benyamin Ndiken terpilih sebagai kepala kampung pertama 1979-1986. kemudian pada tahun 1987-1991 terpilihlah kepala kampung yang ke 2 yakni bapak Albert Ndiken.1992-2006 terpilihlah bapak Oktovianus Ndiken sebagaikepala kampung ke 3. Pada tahun 2007 terjadi musyawarah yang ke 4 bapak Alex Toni Ndiwaen yang terpilih untuk Priode 2007-2010, kemudian pada tahun 2010 bapak Toni diangkat sebagai pegawai negri sipil maka kelanjutan tugas kepala kampung diberikan kepada bapak Albertus Kapasiang sebagai pelaksana kepala kampung pada tahun 2010-2013. Dan pada pertengahan tahun 2013 terjadi musyawarah yang ke 5 dan yang terpilih sebagai kepa kampung Po-epe  ialah bapak Obaja Blamen. Memimpin sampai sekarang.


Komentar

  1. Cerita sejarah yang bagus dan sangat menarik untuk di baca. Saya juga salah satu cucu dari Guru injil yang bertugas di Kampung Iwol(awal tahun 50an sampe awal tahun 60an). Sangat luar biasa memang perjuangan saat itu yang serba kekurangan dan tantangan tetap hingga hari ini kita semua menikmati itu semua. 🙏

    BalasHapus

Posting Komentar